Wednesday, November 29, 2006

Sebel Tapi Sayang

Hari ini bertambah lagi jumlah orang tua yang mau melaporkan ke KPA (Komnas Perlingdungan Anak) Jakarta tentang dampak buruk Wrestling Entertainment yang kini lebih populer sebagai SmackDown. Terlepas dampak buruk itu berasal dari acara TV, VCD/DVD, game PS, kartu permainan, poster ataukah stiker yang semuanya terbukti laris abis di kalangan anak-anak. Berita dan opini tentang dampak SmackDown terhadap anak-anak pun juga menjadi pelaris media massa, para pejabat tinggi dan tokoh masyarakat serta institusi-instansi terkait.

Banyak media massa menyebutkan anak-anak yang terkena dampak buruk tersebut sebagai korban SmackDown. Sulit memang menafsirkan apa yang dimaksud dengan korban disini. Apakah benar-benar korban ataukah sekedar tumbal demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya ataupun demi mencegah kerugian sekecil-kecilnya.

Alasan Lativi tidak mau menghentikan acara sesegera mungkin hanya karena semata-mata alasan kontrak yang tak dapat dibatalkan, sulit dicerna oleh orang-orang awam diluar bisnis pertelevisian. Logikanya, membatalkan kontrak tidak akan jauh lebih sulit daripada membuatnya. Begitu juga janji akan menutup suatu saat nanti dengan alasan saat ini belum begitu banyak korban, bisa ditafsirkan banyaknya anak-anak yang meninggal serta luka parah dan ringan selama ini belumlah ada artinya apa-apa dibandingkan dengan nilai kontrak.

Banyak yang berpendapat tayangan SmackDown di Lativi dihentikan segera. Apalagi akhir-akhir ini semakin banyak pejabat tinggi dan tokoh masyarakat yang tak mau kehilangan kesempatan berbicara tentang topik yang amat populer akhir-akhir ini. Selain berbicara, entah apa yang pernah dilakukannya. Terbukti sampai kini Lativi masih berkeyakinan: biarkan anjing menggonggong sampai capai sendiri, gak bakal ngefek. Kalaupun kafilah mau berlalu ya berlalulah, kalau lagi mau berhenti ya berhenti saja, bukan gara-gara gonggongan anjing manapun.

Namun tidak sedikit pula yang berpendapat sebaliknya. Ada yang berkeyakinan bahwa berbisnis SmackDown baik dalam bentuk acara TV ataupun jualan stiker, posternya dsb adalah halalal toyibah dan tidak dilarang oleh agama manapun. Ada juga yang menduga bahwa eksploitasi berita ini adalah permainan kompetisi bisnis di bidang pertelevisian belaka. Toh dari dulu-dulu sejak tahun 2000 sudah ada acara TV seperti ini baik di RCTI maupun TPI namun media massa tidak pernah memberitakan atau membesar-besarkan kasus serupa sepeti sekarang. Bahkan ada yang menyalahkan lemahnya pengawasan orang tua, kurangnya PR buat anak-anak, kurangnya kesibukan yang bermanfaat selain nonton TV, sekolah yang tidak memberikan pelajaran yang baik dan benar tentang SmackDown, dan banyak dalih-dalih lain.

Barangkali dalih-dalih tersebut sedikit banyak ada dasar dalilnya. Namun kembali ke diri kita masing-masing untuk memutuskan mana yang lebih prioritas. Misalnya sebagai sebuah perusahaan bisnis, buat Lativi pendapatan dari acara SmackDown merupakan prioritas yang jauh lebih tinggi daripada keselamatan dan pendidikan anak-anak. Orang tua pun juga harus berani mengukur dan memutuskan seberapa tinggi prioritas kepentingan anak-anaknya dibandingkan dengan kesenangannya. Misalnya karena ada beberapa acara kesayangannya atau dalih-dalih lainnya, masih ada saja orang tua yang merasa sayang menghapus saluran Lativi di TV-nya meskipun telah melarang keras anaknya menonton acara SmackDown dan merasa khawatir kalau-kalau anaknya akan mencuri-curi kesempatan nonton acara tersebut.

0 comments:

Post a Comment