Thursday, November 30, 2006

Merubah Mental dan Budaya

Seperti layaknya pergelaran wayang kulit, nama dalang jauh lebih merupakan jaminan mutu daripada lakon dan isi ceritanya. Profesor Michael Everett Porter dari Harvard Business School yang dijuluki The Most Influential Business Thinker merupakan jaminan mutu bagi para praktisi, pengamat dan pakar manajemen dan ekonomi. Tak heran seminar "How To Make Indonesia More Competitive" tidak hanya laris namun juga diliput dan dibahas berbagai media massa cetak dan elektronik. Orang pun terkagum-kagum, meskipun tidak lahir dan tidak dibesarkan bahkan tidak pernah tinggal di negeri ini, bagaimana mungkin beliau kok bisa dengan lancar dan lugas memaparkan berbagai persoalan manajemen dan ekonomi republik ini.

Mengetahui dan merasakan berbagai persoalan di republik ini masih merupakan hal yang menakjubkan bagi kebanyakan orang. Masih sering terdengar, jika ditanyakan bagaimana hasilnya ini-itu, maka jawabannya bisa ditebak: "No problem" atau "Baguss...".
Sewaktu membaca forward-an imil-imil tentang satu dua kondisi mengenaskan di berbagai segi, orang pun secara spontan masih terkesima menemukan hal-hal yang baru dan seru. Thanks God, kita telah dianugerahi pencerahan untuk mengetahui berbagai masalah. Barangkali karena sudah puas menemukan masalah itulah, orang pun jadi lupa mencari tahu mengapa timbul permasalahan itu, apalagi mengatasinya. Seorang dokter tidak akan bisa menentukan obat bagi pasiennya sebelum mengetahui sebab-musabab penyakitnya.

Menurut Profesor Peter penyebab utama ketertinggalan negeri ini dibandingkan negara-negara setara lain dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi selama ini adalah masalah mentalitas, perilaku, pola pikir masyarakat, dst. Secara singkat dan gampangnya, keterbatasan budaya adalah penyebab utama rendahnya produktivitas dan daya saing republik ini. Mudah ditebak, banyak analisa kolektif (tanpa nama) yang mengatasnamakan redaksi mengambil jalan tengah nan aman yang kurang lebih bunyinya begini: Profesor Poter mungkin belum tentu 100% benar namun janganlah kita menutup mata dalam menerima kenyataan.

Jika kita berkeyakinan bahwa keterbatasan ini merupakan kehendak Tuhan YME, berarti tidak ada yang bisa dilakukan bahkan tidak akan ada yang bisa mengatasi permasalahan republik ini. Pasrah saja sambil terus berdoa dan menunggu wangsit. Bersyukur kita sudah bisa mendapatkan anugerah pengetahuan penyebab permasalahan, siapa tahu suatu saat nanti Tuhan YME berkehendak pula memberi wangsit berupa solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.

Kita bisa mendapatkan solusi namun tanpa the guts to act bagaikan kita sudah dapat resep dokter tapi tak bisa menebusnya ke apotik. Pergi ke dukun atau pengobatan alternatip yang menarik bayaran sukarela bisa jadi jauh lebih murah namun salah-salah bisa tambah parah penyakitnya. Apalagi penyakit mentalitas dan budaya, mungkinkah bisa disembuhkan?

Sulit membayangkan bagaimana mungkin mental dan budaya bisa berubah seperti halnya bagaimana mungkin ayam bisa berenang? Namun di film kartun The Tom and Jerry Show hal ini bisa saja terjadi. Di salah satu seri, diceritakan sebuah telur ayam menetas bareng dengan beberapa telur bebek di kandang bebek. Sudah jadi budaya bebek dimana ada air maka akan berenang. Beda halnya dengan si anak ayam, walaupun secara postur tubuh memiliki banyak kemiripan dengan anak-anak bebek lain namun tetap saja tidak pernah bisa berenang meski telah berpikir dan berusaha sekeras apapun. Secara kebetulan si anak ayam yang ditinggal berenang oleh induk dan saudara-saudara bebeknya bertemu dengan tikus kondang super jenius yaitu Jerry. Meskipun Jerry telah menerapkan segala akal, teknologi dan metodologi untuk menolong si anak ayam agar bisa berenang, hasilnya nihil. Sampai-sampai baik Jerry maupun si anak ayam putus asa.

Tiba-tiba boom!... Terjadilah musibah bencana besar yang nyaris menenggelamkan si kucing Tom karena ternyata kucing juga tidak bisa berenang. Terjadi perang antara akal dan bathin di diri si anak ayam apakah ia akan menolong korban bencana ataukah tidak peduli. Secara akal dan perhitungan jika menolong kemungkinan ia juga akan tenggelam pula, namun bathinnya tidak tega melihat sesama hewan jadi korban bencana. Ternyata bathinnyalah yang dimenangkannya dan kemudian dengan segala daya upaya menolong Tom. Suatu tindakan betul-betul nekat yang tak pernah disangka oleh si jenius Jerry sekalipun, bahkan hasil kenekatan si anak ayam pun tidak pernah diperhitungkan dan diramalkannya. Akhirnya, meskipun dengan gaya yang lain daripada yang lain, si anak ayam bisa berenang bersama saudara-saudara bebeknya mengikuti induknya.

Sah-sah saja orang berpendapat bahwa cerita itu hanyalah khayalan Hanna-Barbera belaka. Mana mungkin ayam bisa berenang karena secara genetik sudah ditakdirkan tidak bisa berenang. Namun bagi para fans Pamela Anderson tidaklah mengherankan gen ayam bisa dirubah. Sudah lama artis montok ini kampanye terhadap kesadisan-kesadisan KFC termasuk rekayasa gen ayam potong agar cepet gede dan konon tambah gurih dengan cara menyuntikkan hormon tertentu secara teratur. Memang sih, tidak hanya Pamela Anderson yang anti KFC. Di film kartun BarnYard saya ngakak kegelian nonton para ayam dengan penuh emosinya melempari panah dart ke dartboard bergambar Colonel Sanders di acara clubbing. Ada pula rekayasa DNA yang merubah gen ayam menjadi tidak berbulu sehingga proses pemotongan ayam lebih mudah, cepat dan lebih efisien. Di dunia buah-buahan dan tumbuhan pun sudah banyak ditemukan bioteknologi yang bisa merubah keturunannya menjadi bibit unggul dan jauh lebih kompetitip di pasar. Dan kemungkinan penerapan hal itu pada manusia pun juga ada.

Manusia Indonesia bukanlah ayam ataupun tumbuhan. Bioteknologi, rekayasa DNA, kloning, dsb tidaklah layak diterapkan untuk merubah mental dan budaya. Namun jika kita mengandalkan seminar oleh berbagai motivator dan inspirator, kotbah oleh para juru dakwah, pelatihan-pelatihan leadership, team-building, dsb sampai berapa puluh atau ratus tahun mental dan budaya masyarakat bisa berubah?
Adakah cara jitu nan cepat untuk merubahnya? Jika belum tahu jawabannya, mungkin cerita si anak ayam ala Hanna-Barbera tersebut diatas bisa dijadikan sebagai alternatip jawaban. Mental dan budaya tidak akan pernah berubah jika dalam menolong korban bencana saja masih sebatas ala kadarnya apalagi masih sebatas wacana.

Tuhan memang maha penyayang terhadap umatnya. Berbagai bencana besar telah dialami bangsa ini sebagai kesempatan uji nyali bagi semua pihak apakah mau dan berani berubah ataukah tidak. Tuhan tidak pernah memaksa umatnya untuk memilih, apakah berkeyakinan bahwa mental dan budaya bisa berubah ataukah memilih tidak percaya kalau anak ayam bisa berenang. Kurang apa baiknya Tuhan?!

Wednesday, November 29, 2006

Sebel Tapi Sayang

Hari ini bertambah lagi jumlah orang tua yang mau melaporkan ke KPA (Komnas Perlingdungan Anak) Jakarta tentang dampak buruk Wrestling Entertainment yang kini lebih populer sebagai SmackDown. Terlepas dampak buruk itu berasal dari acara TV, VCD/DVD, game PS, kartu permainan, poster ataukah stiker yang semuanya terbukti laris abis di kalangan anak-anak. Berita dan opini tentang dampak SmackDown terhadap anak-anak pun juga menjadi pelaris media massa, para pejabat tinggi dan tokoh masyarakat serta institusi-instansi terkait.

Banyak media massa menyebutkan anak-anak yang terkena dampak buruk tersebut sebagai korban SmackDown. Sulit memang menafsirkan apa yang dimaksud dengan korban disini. Apakah benar-benar korban ataukah sekedar tumbal demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya ataupun demi mencegah kerugian sekecil-kecilnya.

Alasan Lativi tidak mau menghentikan acara sesegera mungkin hanya karena semata-mata alasan kontrak yang tak dapat dibatalkan, sulit dicerna oleh orang-orang awam diluar bisnis pertelevisian. Logikanya, membatalkan kontrak tidak akan jauh lebih sulit daripada membuatnya. Begitu juga janji akan menutup suatu saat nanti dengan alasan saat ini belum begitu banyak korban, bisa ditafsirkan banyaknya anak-anak yang meninggal serta luka parah dan ringan selama ini belumlah ada artinya apa-apa dibandingkan dengan nilai kontrak.

Banyak yang berpendapat tayangan SmackDown di Lativi dihentikan segera. Apalagi akhir-akhir ini semakin banyak pejabat tinggi dan tokoh masyarakat yang tak mau kehilangan kesempatan berbicara tentang topik yang amat populer akhir-akhir ini. Selain berbicara, entah apa yang pernah dilakukannya. Terbukti sampai kini Lativi masih berkeyakinan: biarkan anjing menggonggong sampai capai sendiri, gak bakal ngefek. Kalaupun kafilah mau berlalu ya berlalulah, kalau lagi mau berhenti ya berhenti saja, bukan gara-gara gonggongan anjing manapun.

Namun tidak sedikit pula yang berpendapat sebaliknya. Ada yang berkeyakinan bahwa berbisnis SmackDown baik dalam bentuk acara TV ataupun jualan stiker, posternya dsb adalah halalal toyibah dan tidak dilarang oleh agama manapun. Ada juga yang menduga bahwa eksploitasi berita ini adalah permainan kompetisi bisnis di bidang pertelevisian belaka. Toh dari dulu-dulu sejak tahun 2000 sudah ada acara TV seperti ini baik di RCTI maupun TPI namun media massa tidak pernah memberitakan atau membesar-besarkan kasus serupa sepeti sekarang. Bahkan ada yang menyalahkan lemahnya pengawasan orang tua, kurangnya PR buat anak-anak, kurangnya kesibukan yang bermanfaat selain nonton TV, sekolah yang tidak memberikan pelajaran yang baik dan benar tentang SmackDown, dan banyak dalih-dalih lain.

Barangkali dalih-dalih tersebut sedikit banyak ada dasar dalilnya. Namun kembali ke diri kita masing-masing untuk memutuskan mana yang lebih prioritas. Misalnya sebagai sebuah perusahaan bisnis, buat Lativi pendapatan dari acara SmackDown merupakan prioritas yang jauh lebih tinggi daripada keselamatan dan pendidikan anak-anak. Orang tua pun juga harus berani mengukur dan memutuskan seberapa tinggi prioritas kepentingan anak-anaknya dibandingkan dengan kesenangannya. Misalnya karena ada beberapa acara kesayangannya atau dalih-dalih lainnya, masih ada saja orang tua yang merasa sayang menghapus saluran Lativi di TV-nya meskipun telah melarang keras anaknya menonton acara SmackDown dan merasa khawatir kalau-kalau anaknya akan mencuri-curi kesempatan nonton acara tersebut.

Tuesday, November 28, 2006

Kebanyakan Mikir Kurang Zikir

Pada acara pertemuan alumni yang lalu, beberapa teman terkagum-kagum saat mengetahui ada beberapa angkatan 2002 yang sudah jadi alumni. Lhah, berarti mereka khan kuliah S1 paling lama 4 tahun saja. Hal yang tak pernah kami bisa bayangkan sebelumnya.

Wajarlah jika anak-anak jaman kini pintar-pintar luar biasa. Gizi dan mutu pendidikan tentunya semakin jauh lebih baik. Orang tua juga semakin pintar dalam membesarkan anak. Banyak pengetahuan dan ketrampilan yang jauh lebih mudah diperoleh baik dari buku-buku, majalah, tabloid, internet, pergaulan, dll. Banyak anak-anak di perkotaan pun, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar melalui berbagai macam kursus dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lain. Karena jumlah sekolah yang terbatas dibandingkan jumlah anak, sekolah pun menerapkan test-test masuk berdasarkan kemampuan mikirnya. Orang tua akan bangga jika anak-anaknya bisa mikir jauh melebihi dari anak-anak sebayanya, jika perlu mikir seperti orang yang jauh lebih dewasa. Lagu-lagu orang dewasa dengan penyanyi orang dewasa pun seperti Peterpan, Padi, Dewa, Radja, Ratu begitu populernya di kalangan anak-anak SD dan bahkan TK. Acara TV Smack Down yang telah diberi peringatan khusus dewasa juga jadi favorit anak-anak SD dimana-mana. Sudah jadi anggapan umum bahwa semakin tinggi kemampuan mikir seseorang maka orang tersebut akan semakin kompetitif di era kompetisi global ini.

Semakin banyak orang cenderung mikir berdasarkan ilmu pasti yaitu semua pertanyaan pasti ada jawabannya, semua permasalahan pasti ada solusinya, segala kejadian pasti ada analisanya, setiap analisa pasti ada konklusinya, dst. Jika dulu yang disebut ilmu pasti atau eksakta hanyalah ilmu matematika, fisika dan kimia sekarang mungkin sudah semakin luas cakupannya, misalnya meta fisika. Pelajaran sekolah pun semakin kompleks yang menuntut anak-anak semakin banyak mikir. Kalau jaman dulu pelajaran SD ilmu bumi hanyalah ilmu bumi daerah, nasional sampai dunia, sekarang mungkin sudah sampai dunia lain.

Kalau jaman dulu saya hanya mengenal musim kemarau, musim hujan, musim rambutan, musim duren, dsb. Rupanya akhir-akhir ini ada musim yang lain yaitu musim kesurupan massal. Tadi sekitar jam 8 pagi tak kurang 40 siswa SMU 16 Makassar mengalami kesurupan masal. Pada tanggal 23 lalu, 10 siswa SMA 4 Bandung mengalami kejadian serupa. Enam hari sebelumnya, sekitar jam 4 sore kesurupan menjalar ke puluhan mahasiswi 2 sekolah tinggi di Yogyakarta yaitu STIKES dan STTI Respati. Kesurupan atau kerauhan massal juga mewabah di SMAN 2 Semarapura, Bali pada tanggal 3 bulan lalu. Kesurupan massal tidak hanya menjangkiti para pelajar dan mahasiswa saja. Sehari sebelumnya pada sekitar jam 6 sore sedikitnya 15 karyawati Sarinah Thamrin terjangkit kesurupan. Entahlah ada berapa banyak lagi cerita kesurupan massal di negeri ini yang tak diberitakan.

Orang boleh mikir macam-macam tentang penyebab atau fenomenanya, yang pasti menurut perhitungan kalender Masehi tahun ini tinggal 33 hari dan besok adalah hari ke 333. Ada banyak anggapan tentang angka 3 dengan berbagai alasannya. Sah-sah saja jika ada yang melambangkan angka 3 bak orang buncit lagi ketawa ngakak. Ada pula yang berkeyakinan angka 3 dan kelipatannya merupakan bilangan yang bagus untuk zikir, yaitu kata atau kalimat puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang.

Kegiatan apapun bila kekurangan ataupun kebanyakan akan berakibat tidak bagus, misalnya makan, minum dan tidur. Mikir pun tidak perlu sampai kebanyakan.

Monday, November 27, 2006

Bersukur Dalam Masalah

Belakangan ini saya sering mendengar kisah sedih kesulitan air bersih di Jakarta baik dikarenakan air ledeng lama tidak mengalir atau sumur yang mengering. Banyak terdengar cerita ikhtiar-ikhtiar dalam mengatasi kesulitan air ini seperti memperdalam sumur dari sekitar 5 meter menjadi 15 meter atau lebih serta mengganti pompa air baru dengan daya yang lebih besar disamping juga menurunkan posisi pompa air beberapa meter ke dalam tanah.

Rupanya kisah sedih kesulitan air bersih tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Di media masa ramai diberitakan, di Barito Kuala, Kalimantan Selatan, beberapa hari yang lalu seorang ahli sumur bor yang terkenal di kawasan itu gagal menemukan air setelah mata bornya patah terantuk batu pada kedalaman 130 meter. Saat lokasi pengeboran dipindah, yang didapatkan bukannya air bersih melainkan semburan kencang air campur lumpur dan gas yang gemuruh suaranya saja terdengar dari jarak 50 meter. Ikhtiar mengatasi kesulitan air malah mendatangkan bencana bagi warga sekitar.

Tadi malam kami berkunjung ke keluarga adik di kawasan Jakarta Timur. Sungguh prihatin kami mendengar kisah bahwa sudah sekitar 2 bulan ini di lingkungan tempat tinggalnya kesulitan air, baik dari ledeng maupun sumur. Banyak warga terpaksa membeli air minum galon isi ulang untuk segala keperluan sehari-hari termasuk mandi dan mencuci. Di kawasannya tidak ada penjual air dorongan seperti di beberapa kawasan di Jakarta Barat dan Utara. Konon, saking langkanya air, bisnis air di kawasan tersebut berkembang amat pesat dalam kurun waktu dua bulanan ini. Hanya dalam waktu sekitar dua bulanan itu, penjual air yang dulunya perorangan menjajakan dagangannya dengan sepeda motor, sekarang sudah mendistribusikan air dengan kendaraan roda empat dan sudah punya karyawan pula. Sempat terbetik doa bersama tadi malam agar hujan segera turun.

Sungguh melegakan hati rasanya menyaksikan Jakarta mulai diguyur hujan deras pada siang ini. Meskipun bagi banyak orang hal ini menandakan Jakarta bakalan ditimpa banyak kesusahan dan permasalahan gara-gara genangan banjir, pohon tumbang atau lampu lalu-lintas mati seperti tahun-tahun sebelumnya, saya tetap bersukur. Rasa cemas dan khawatir akan kesulitan-kesulitan pulang-pergi ke kantor gara-gara kemacetan lalu-lintas akibat guyuran hujan jauh berkurang, kalaupun tak bisa dikatakan sirna sama sekali. Apalah artinya kesulitan-kesulitan tersebut dibandingkan kesulitan-kesulitan akibat teramat kekurangan air alias paceklik ataupun teramat kebanyakan air alias kebanjiran. Setiap orang hidup punya masalahnya masing-masing.

Bila ada orang yang bilang tidak punya masalah, tidak lantas berarti memang tidak ada permasalahan yang dihadapinya. Bisa jadi orang itu tidak mau mengatakannya atau tidak jeli mencari masalah yang ada. Apabila masalah tak kunjung dituntaskan maka masalah-masalah tersebut akan semakin parah dan lama-kelamaan akan menyampah menjadi sumber wabah serba salah yang bikin latah marah-marah.

Apapun masalah yang menimpa kita, taklah mungkin tak ada alasan untuk tetap bersyukur karena sebenarnya masalah adalah anugerah yang harus dihadapi dengan tabah tanpa gegabah agar terhindar dari musibah. Pengalaman-pengalaman dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan itulah, bagian dar proses belajar pendewasaan diri.

Pembelajaran mendewasakan diri tak ada batasnya, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas penyelesaian masalah. Belajar untuk meningkatkan pendewasaan diri bisa atas kemauan sendiri maupun ketika kita mendapat masalah-masalah berat, antara lain:

  • Ketika kau merasa kemampuanmu diremehkan, maka saat itu kau sedang belajar KESABARAN.

  • Ketika kau merasa upayamu tak dihargai, maka saat itu kau sedang belajar KETULUSAN.

  • Ketika kau merasa lelah dan kecewa, maka saat itu kau sedang belajar KESUNGGUHAN.

  • Ketika kau merasa sepi dan sendiri, maka saat itu kau sedang belajar KETANGGUHAN.

  • Ketika kau merasa dizalimi atau teraniaya, maka saat itu kau sedang belajar MEMAAFKAN (TIDAK DENDAM).

  • Ketika kau merasa jenuh dan membosankan, maka saat itu kau sedang belajar KREATIF.
Masih mau ngeles tak mau bersyukur ketika kau mendapat masalah ?

Sunday, November 26, 2006

Mengenang Nama Guru

Mengharukan melihat dan membaca potret coretan-coretan tulus di aspal jalanan oleh Mita, Dinezra dan teman-temannya dari SD Negeri Prawit 1 dan 2 Nunukan, Solo dalam rangka peringatan hari guru 25 Nopember kemarin. Corat-coret berwarna-warni dengan kapur itu menunjukkan begitu istimewanya arti seorang guru bagi mereka.

Barangkali karena kedua orang tua dan kedua mertua saya dari lingkungan guru sehingga hari guru sering tidak terasa istimewa. Ayah saya adalah guru taruna semasa Pak Sarwo Edhi Wibowo menjabat sebagai Gubernur Akabri. Ibu saya mantan guru dan kepala sekolah berbagai SMA Negeri di DIY. Sedangkan mertua saya mantan guru atlit nasional. Jangankan memimpikan penghargaan tanda jasa, mengharapkan balas jasa dari para bekas muridnya pun tak pernah terpikirkan. Sebagai anak-anaknya, merupakan kesenangan tersendiri bagi kami apabila melihat orang tua kami sudah nampak bahagia jika ada bekas muridnya yang masih mau mengingatnya.

Pernah saya mendampingi orang tua saya dalam suatu acara pertemuan. Sewaktu orang tua saya mencoba mengingatkan guru-guru SD saya yang kebetulan ketemu, saya merasa takjub terhadap diri saya sendiri. Peristiwa itu menyadarkan atas betapa keterlaluannya saya. Boro-boro mikir balas jasa, jangankan mengenang jasa-jasa mereka, mengingat nama-nama mereka pun saya sudah tak mampu lagi. Sungguh tak pantas rasanya saya bicara tentang guru.

Saturday, November 25, 2006

Gadungan Aseli Dagadu

Sejauh-jauh kodok melompat tak akan lama akan cari kawasan berair. Para Ibu perkotaan yang hobi belanja atau jalan-jalan tak akan bisa lama-lama untuk tidak pergi ke mall. Para Bapak peminat mobil tak akan bisa lama-lama untuk tidak keluyuran di pusat onderdil mobil. Bagi para pekerja metropolitan yang sibuk bekerja saban harinya, apalagi yang berangkat kerja sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari tenggelam, sering memanfaatkan hari Sabtu untuk pergi memenuhi kebutuhannya tersebut. Barangkali mereka pikir jika tidak pergi di hari Sabtu bagaikan katak dalam tempurung, tahunya cuma kantor dan rumah saja.

Rasanya sudah lama saya tidak pergi ke dagadu (daerah mangga dua). Entah kenapa, meskipun suka tidak ada yang dibeli rasanya kok asik-asik aja jalan-jalan ke daerah ini.

Di kawasan pusat jual-beli tas, kelihatannya tak ada merek tas terkenal yang tak dijual. Begitu juga di kawasan kaos, dijual kaos dari berbagai merek dan negara. Harga yang ditawarkannya saja sudah mencengangkan apalagi setelah ditawar. Edan!.. dagadu sudah bener-bener menjadi pusat jual-beli gadungan. Asli sli'...
Kalau pun ada penjual yang bilang jualannya adalah sisa produk asli dari pabrik, saya kira yang dimaksudkannya adalah produk aseli dagadu. Maksudnya produk aseli untuk dijual ke dagadu.

Setelah beli tas dan kaos, kami menyempatkan ke kawasan komputer. Sebelum berangkat tadi pagi saya sempatkan googling sebentar untuk cari-cari pengganti gantungan kunci berupa usb flash disk IBM saya yang sudah sering banget ngadat akhir-akhir ini. Nampaknya usb flash disk merek Pretec tipe Tiny kapasitas 1GB memenuhi spek dan selera. Ternyata mudah ditemukan di internet tidak menjamin juga mudah ditemukan di dagadu. Ada toko yang menjual flash disk yang secara fisik sama persis tapi mereknya Pretek (pake 'k' bukan 'c').

Saya kapok beli barang dengan merek mirip-mirip beginian. Saya pernah malu abis gara-gara ditertawakan ama temen-temen dari negara lain sewaktu check-out hotel. Gara-garanya seorang Ibu dari Mesir (warganya tak tahu kalo negerinya disebut demikian) keheranan lihat model kunci koper saya yang menurut beliau aneh buat koper merek Delsey seperti miliknya. Setelah dibanding-bandingkan dengan kopor lain semerek, barulah ketahuan ternyata kopor saya mereknya Deisey (pake 'i' bukan 'l'). Saya masih ingat, saking gelinya seorang teman dari Chech mencoret-coret koper itu dengan spidol, "Made In Indonesia".

Mengingat sore ini ada tamu yang sudah janji mau ke rumah, setelah keluar masuk banyak toko tidak ketemu juga apa yang saya cari-cari akhirnya saya putuskan untuk mencari gadungannya saja sebelum pulang. Ternyata menemukan barang gadungan atau tiruan di dagadu jauh lebih gampang dibandingkan mencari barang asli. Saya segera menemukan usb flash disk dengan model serupa dan kapasitas sama. Entahlah apa mereknya. Saya juga tidak tahu apakah merek dan keterangan di kemasannya asli, palsu ataukah gadungan. Yang jelas harganya sekitar 1/4-nya saja.

Bisa jadi ada orang yang merasa produk gadungan atau palsu merupakan rahmat, namun ada pula yang merasa menjengkelkan. Istri saya memesan colokan power untuk PDA O2 di toko tempat belinya kurang lebih 2 tahun yang lalu. Dilihat dari merek, kemasan dan tampilannya jelaslah barang ini bukan produk O2 palsu karena tidak ada kemiripan selain tertulis di labelnya bahwa produk ini cocok untuk PDA O2 yang dimaksudkan. Namun sesampai di rumah barulah kita menyadari bahwa meskipun mungkin bukan produk palsu ternyata produk gadungan aseli dagadu ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Friday, November 24, 2006

Solusi Mak Blink

Selama semester ini, malam Sabtu ini merupakan kedua kalinya saya mendapat 'perintah' sebagai MC dadakan. Kalau acara malam ini di Jakarta, yang pertama di Bandung pada Sabtu malam 19 Agustus yang lalu. Keduanya punya kesamaan yaitu sama-sama acara reuni kampus S1 dan saya dihubungi baru beberapa hari menjelang hari H tanpa pernah tahu rencana sebelumnya. Perbedaannya, reuni pertama untuk satu angkatan semua jurusan sedangkan malam ini untuk satu jurusan semua angkatan.

Bagi saya, acara di Bandung kala itu agak lumayan kacau meskipun kami sudah menyewa EO (Event Organizer) profesional. Pertama, saya tak menyangka Bandung kini semacet itu terutama di malam minggu plus liburan panjang pula. Bikin panik aja. Beberapa kali Pak Ketua EO menelpon dan saya katakan agar acara dimulai saja tanpa saya karena saya merasa tak punya cukup kemampuan untuk meramal sampai berapa lama saya bisa melewati kemacetan waktu itu. Ternyata sesampai di tujuan praktis masih relatip sepi sehingga acara belum laik dimulai.

Karena tahunya saja belakangan, saya pun tidak sempat berkonsultasi apalagi berkoordinasi dengan pihak EO yang para anggotanya dari kawula muda belia nan begitu menggairahkan dan menggemaskan hati itu. Padahal acara malam itu juga dihadiri oleh para pejabat dan mantan pejabat tinggi kampus. Dengan terpaksa jalannya acara beda dari yang telah disusun oleh EO. Disinilah terasa 'agak lumayan kacau'-nya, setidaknya bagi saya sendiri, seolah-olah 'dipaksakan' baik itu dipaksakan lucu, dipaksakan interaktip, dipaksakan meriah, dll.

Barangkali juga karena sudah larut malam atau kecapaian mengikuti acara reuni sejak pagi, beberapa tamu mulai pulang. Akhirnya daripada semakin membosankan, acara segera diakhiri pentas band dari teman-teman alumni. Saya bebaskan saja para penonton untuk bernyanyi, berteriak, berjoged sampai acara selesai atau apa ajalah. Terserah, pulang pun juga gak apa-apa. Mak Blink!.. Suasana acara malah berbalik, jadi meriah lahir bathin. Giliran penonton yang memaksa agar acara berlanjut terus selama temen-temen pemain band belum bener-bener kecapaian. Ha ha ha...

Ingat pengalamand di Bandung, saya sengaja datang sekitar sejam sebelum acara sore tadi. Belum ada panitia atau teman yang datang. Biasalah acara reuni model beginian sifatnya swadaya alias gotong-royong sukarela ala kadarnya. Konsumsi nampaknya sudah siap, tinggal pindah-pindah dikit lokasi jenis makanan saja. Mik pun sudah siap semua tinggal atur penempatannya saja. Panggung saya kasih meja kursi untuk pembicara seminar dari pihak sponsor. Semua sudah ok, tinggal test proyektor.

Dengan dibantu para kru listrik, test proyektor ke laptop yang saya bawa ternyata macet total meskipun sudah dicoba dengan berbagai macam cara dan beberapa kali. Akhirnya, mungkin karena putus asa, seorang kru senior bertanya apakah laptop yang saya bawa tersebut milik saya sendiri? Saya jawab jujur saja: bukan. Kemudian saya ditanya lagi, apakah saya sudah minta ijin ke pemiliknya?
Ya ampun, saya lupa atau tidak kepikiran sama sekali.

Bapak kru tersebut menyarankan untuk kirim SMS minta ijin dulu ke pemilik laptop. Tanpa "Tanya Kenapa", saya tilpun istri saya untuk minta maaf sekaligus minta ijin pinjam laptopnya. Woo!...hebat betul Bapak kru itu!
Proyektor tersebut akhirnya bisa nyala. Saya spontan teringat buku Blink-nya Malcolm Gladwell yang kesohor itu. Orang-orang yang berpengalaman di bidangnya seperti Bapak kru ini ada kalanya tidak perlu pakai teori, konsep ataupun alasan untuk beri solusi. Saya suka menyebutnya: Blink base Solution.

Thursday, November 23, 2006

Respon Alami IVR Alam

Please press any key to continue or any other key to quitDalam bisnis perteleponan dikenal IVR yaitu mesin pintar yang secara interaktip merespon setiap pencetan tombol keypad si penelpon dengan voice. Dengan tanya-jawab antara IVR dengan penelpon maka mesin pintar ini akan memahami maksud dan tujuan penelpon disamping mengetahui identitasnya seperti nomor kartu kredit, nomor tabungan bank, nomor kartu isi ulang HP, dsb. Kalau penelpon salah pencet pun, IVR otomatis merespon dengan tepat.

Berkat teknologi speech recognation maka IVR bisa merespon berdasarkan perkataan penelpon. Dengan demikian penelpon bisa berkomunikasi secara interaktip seperti halnya bercakap-cakap dengan layaknya manusia. Kalau terdapat salah ucapan pun, IVR otomatis merespon dengan tepat.

Dalam suatu seminar di kampus ITS Surabaya, sehari sebelum HUT istri saya beberapa minggu yang lalu, Pak Wakil Ketua Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Porong yang juga menjabat Dirjen Minyak dan Gas Departemen ESDM, Luluk Sumiarso menyatakan keberadaan jaringan pipa gas disamping jalan tol yang diributkan sebagian kecil masyarakat dalam keadaan aman. "Pihak kami sudah meninjau tentang keberadaan jaringan pipa tersebut...", begitu beliau meyakinkan para akademisi dan intelektual peserta seminar.

Kalau pun kemudian terdapat beberapa korban jiwa akibat ledakan pipa tersebut tadi malam, tidak berarti alam merespon dengan Voice karena ledakan bukanlah Voice meskipun sama-sama jenis suara. Berbeda dengan dunia perteleponan, di dunia nyata ada kalanya alam merespon perilaku manusia dengan IVR yang responnya bukan berupa Voice melainkan berupa Victim, fitur dari Interactive Victim Response.

Wednesday, November 22, 2006

Keajaiban Indonesia

Apabila masih ada yang berpendapat bahwa candi Borobudur merupakan satu dari 7 keajaiban dunia, barangkali juga berpendapat bahwa sampai kini bangsa Indonesia adalah bangsa yang hebat bak Pangeran Diponegoro, Cut Nya Dhien, Tengku Imam Bonjol atau Ir. H. Soekarno yang tidak mati terbunuh selama perjuangannya. Candi Borobudur pun menunjukkan tingginya budaya dan martabat leluhur yang tak pernah punah sampai kini.

Karena merasa sebagai bangsa yang berbudaya dan bermartabat tinggi itulah, tidak heran jika banyak rakyat Indonesia yang bersimpati terhadap rakyat Irak yang negerinya sedang dilanda keterpurukan akibat perang. Ajaibnya, rakyat Irak justru amat bersimpati terhadap Indonesia karena terpaksa mengalahkan tim nasional sepakbolanya dengan skor telak 6-0 di babak pra-kualifikasi Asian Games XVI 2006 akhir pekan lalu. Barangkali para pengurus PSSI bisa berkilah bagaimana mungkin bisa bikin keajaiban jika hanya menghabiskan dana senilai Rp. 28 milyar untuk latihan 4 bulan di Belanda?!

Ada yang merasa bangga, namun ada pula yang merasa malu dengan kondisi republik saat ini. Bisa jadi rasa malu ini lebih dominan di kalangan webmaster Indonesia sehingga mereka lebih memilih untuk tidak menyombongkan warisan-warisan kebanggaan sejarah bangsanya di situs-situs webnya. Setidaknya sejak Bernard Weber dari Swiss mulai penelitian dan pollingnya tahun 1999 terhadap ratusan situs web dari seluruh penjuru dunia yang saat ini tinggal 21 nominasi yang masih bertahan untuk di-vote baik melalui situs webnya atau beberapa nomor telepon internasional. Jangankan termasuk 7 keajaiban dunia, bahkan dalam kategori 21 keajaiban dunia pun tidak diketemukan nama Borobudur yang konon pada tempoe doeloe pernah terkenal di doenia.

Seperti halnya para pengurus PSSI, barangkali pemerintah juga bisa berdalih bagaimana mungkin bisa mempertahankan keajaiban dunia lewat internet atau telepon jika minim anggaran untuk membangun infrastruktur koneksi internet dan telepon yang merata bagi semua kalangan?! Bahkan merupakan hal yang ajaib jika candi Borobudur masih dipandang dunia sebagai 7 keajaiban dunia dengan kondisi saat ini. Masih lumayanlah bila anak cucu kita masih mau memandang candi Borobudur sebagai salah satu keajaiban Indonesia.

Tuesday, November 21, 2006

Suguhan Tamu Agung

Kalo orang tua saya menyambut tamunya dengan sambutan: "Eee... ada tamu agung". Itu artinya tamu tersebut sudah lama sekali atau tidak pernah bertamu. Biasanya (tidak selalu 100% terjadi) kehadiran tamu agung terdesak kebutuhan akan bantuan. Misalnya bantuan saran untuk anaknya masuk sekolah, pindah sekolah, cari pondokan, dsb.

Saya ingat pelajaran di SMP mengenai tata cara menerima tamu dan bertamu. Orang jawa tidak patut bersikap tidak baik terhadap tamu apalagi menolak kedatangan tamu. Namun orang yang menerima tamu masih boleh mengekspresikan ketidaksenangannya terhadap tamu melalui simbol-simbol dari suguhan minuman.

Apabila kita menyenangi atau mengharapkan tamu tersebut maka kita wajib menyuguhkan minuman teh manis hangat atau sirup manis. Barangkali diasumsikan rasa manis adalah kesenangan kebanyakan orang. Jika kita merasa hambar atau tidak begitu mengharapkan kehadirannya maka cukup disuguhkan teh tawar atau air putih. Terlepas mahal-murahnya, suguhan minuman dengan kandungan jeruk (apalagi jeruk kecut pakai es dingin) bisa ditafsirkan sebagai tanda diterima secara kecut dan dingin alias diharapkan segera pulang.

Demikian juga apabila kita bertamu, sebagai orang jawa kita dituntut kepekaannya untuk pintar merasa tanpa perlu merasa pintar terhadap apa yang disuguhkan. Maksudnya sebagai tamu kita tidak patut protes terhadap minuman yang disuguhkan dan wajib mematuhinya tanpa perlu bertanya.

Barangkali inilah sebabnya, saat awal-awal kami di Bandung, banyak teman-teman sekampung pada terkaget-kaget saat pertama kali bertamu disuguhi teh tawar.

Monday, November 20, 2006

Mikro dan Makro

Lagu Koes Plus: Kisah Sedih di Hari Minggu masih berkesan sampai hari ini. Selain lagunya dinyanyikan oleh bos di bis saat berangkat ke tujuan wisata, judul lagu ini beberapa kali diucapkan oleh pengkotbah di Minggu pagi kemaren yang dibawakan oleh Bapak Drs. Tumbur Tobing SE. MBA. Kisah sedihnya berdasarkan pengalaman dan pengamatan beliau selama bekerja yang pada umumnya menemui kinerja pekerja Indonesia yang amat memprihatinkannya.

Saya sendiri datang terlambat ke acara presentasi tersebut, sehingga mungkin ketinggalan beberapa materi di awal termasuk pembacaan CV yang biasanya dipaparkan oleh para pengkotbah yang men-species-kan dirinya sebagai seorang Motivator or Inspirator of Change. Barangkali sudah menjadi stigma di masyarakat bahwa audience di Indonesia masih banyak yang lebih terkesima oleh siapa 'dalang'-nya daripada siapa 'lakon'-nya apalagi tema cerita wayangnya. Di jadwal acara di undangan tertulis tema ceramah adalah "Team Building". Adapun 'lakon'-nya yang mendominasi isi ceramah, menurut hemat saya adalah Bapak Tumbur Tobing sendiri.

Sebagai sarjana ekonomi, beliau meninjau tema "Team Building" dari segi sales, marketing dan hal-hal yang berbau ekonomi khususnya bidang ritel dimana beliau memiliki segudang pengalaman. Dengan mendengarkan ceramahnya sebentar saja sudah terasa citra profesional agamis meskipun beliau tidak pernah secara eksplisit mengutip kitab agama manapun. Tipe penceramah seperti ini umumnya beriman bahwa menurut pengalaman kerjanya praktek-praktek korupsi, kolusi, suap, titipan dsb akan berakibat kontra produktif baik secara team ataupun individu disamping masuk neraka. Agar setiap individu bisa jauh lebih produktif maka cara-cara tak terpuji tersebut harus dibersihkan dahulu di team tersebut. Untuk membersihkannya, apapun manajemen yang dianut akan sia-sia jika para profesionalnya tidak dilandasi oleh manajemen berbasis keimanan. Barangkali yang dimaksudkannya mirip-mirip dengan istilah populer ala Bang AA Gym (B 446 YM) yaitu Manajemen Qalbu.

Pemaparan rumus dan jargon-jargon dengan bumbu narasi-narasi logis memacu adrenalin para pemirsa untuk termotivasi berubah menjadi pribadi sehebat penceramah. Saking hebatnya sampai-sampai terkesan overdosis, barangkali karena keterbatasan waktu. Ilmu dan ingatan pengalamannya yang ada di otaknya seolah terlalu penuh sesak dan mau ditumpahkan simultaneously dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Seperti mau bikin kopi tubruk di sloki saja. Buat kopi dan gulanya saja terlalu kecil belum lagi ditambah air panas secukupnya, bisa-bisa malah tumpah kemana-mana.

Barangkali sudah menjadi tabiat seorang motivator atau inspirator untuk memotivasi atau menginspirasi pemirsanya berubah menjadi pribadi yang jauh lebih super. Bapak Tumbur Tobing banyak mencontohkan ajarannya dengan cerita pribadinya. Kata 'saya' masih banyak menghiasi isi ceramahnya. Dari pengalaman kerjanya di berbagai perusahaan terkenal, perjalanan dinas ke pasar-pasar di sekian kota di Indonesia, tentang bekas anak buahnya, temannya direktur di pabrik, temannya yang masuk TV, bos temannya yang naik helikopter, acara TV yang ditontonnya di TV kabel, infotainment, favorit pemain sepakbola Belanda, kisah anaknya saat diajak jalan-jalan sampai kisah bapaknya dari bekerja sampai pensiun. Komentarnya yang mendapat sambutan paling meriah berkat kegemarannya mendengar radio SmartFM. Bagi para pendengar setia radio SmartFM sudah terbiasa dengan slogan-slogan spektakuler yang disampaikan oleh para motivator atau inspirator seperti Salam Ethos, Salam Outstanding, Salam Dahsyat, Salam Luar Biasa dsb. Secara khusus beliau mengkritik slogan Salam Luar Biasa ini yang dicontek oleh panitia karya wisata ini. Kritikan yang disampaikan beberapa kali ini senantiasa mendapat sambutan meriah dari para hadirin. Selama acara karya wisata ini berlangsung bila seorang panita menanyakan "Apa Kabar" maka seluruh peserta yang mendengarnya berkewajiban menjawab "Luar Biasa" dengan penuh gairah dan semangat. Bagi karyawan yang sehari-harinya dalam bekerja merasa biasa saja dan tidak ada yang luar biasa patut dipertanyakan: "Apanya yang luar biasa?".
Menurut beliau, pemaksaan jawaban seperti ini mendidik peserta untuk ABS (Asal Bapak Senang) karena tidak sesuai dengan hati nurani dan pikiran. Hal ini menginspirasikan rekan-rekan membuat kesimpulan sendiri bahwa ternyata banyak rekan kite yang masih sodare dengan Bang Munap (plesetan dari Munafik).

Memang masuk akal jika Team Building tergantung dari jenis dan kualitas kepribadian anggotanya. Bagi saya pandangan seperti ini adalah bottom-up, dimana andaikata semua anggotanya memiliki kepribadian bagus maka otomatis akan membangun sebuah tim yang bagus pula. Kebalikannya adalah top-down, dimana bagus-tidaknya tim dan anggotanya lebih banyak tergantung kepimpinanan dan manajemen tim tersebut. Menurut Pak Tumbur Tobing, Team Building di perusahaan di Indonesia tidaklah gampang karena kepribadian mayoritas pekerja (terutama di perusahaan dimana beliau pernah bekerja) amatlah menyedihkan. Sebagai ilustrasi, beliau banyak mengambil perbandingan dengan kualitas para pekerja di China yang saat ini menjadi pemain yang semakin kuat di ekonomi dunia.

Saat beliau memberikan kesempatan bertanya, saya pun menanyakan di materi presentasi mana terdapat korelasi dan relevansi dengan tema acara yaitu Team Building. Menurut pemahaman saya, semua materi presentasi berisi tentang kepribadian dan perubahannya ke kepribadian yang lebih bagus atau lebih hebat namun saya belum melihat bagaimana kepribadian tersebut bisa membangun tim yang lebih bagus atau hebat. Berbagai ilustrasi tentang kualitas para pekerja di China pun tidak bikin saya mengerti kaitannya dengan tema Team Building ini, soalnya sepengetahuan saya posisi China di ekonomi dunia saat ini tak bisa lepas dari perubahan radikal pemikiran pimpinan tertingginya kala itu yaitu Deng Xiaoping yang membuka gerbang ekonomi Cina. Jika para pekerja China jauh lebih rajin, jujur dan murah lebih dikarenakan kompetisi karena padatnya penduduk dibandingkan kesempatan bekerja bukan semata-mata dikarenakan falsafah, tradisi, kepercayaan dll meskipun sedikit banyak pasti ada dampaknya. Dengan penduduk sepadat itu tentu saja antrian pelamar kerja sedemikian panjangnya sehingga para pekerja mau tidak mau secara alamiah harus bekerja jauh lebih keras kalau tidak mau dipecat sewaktu-waktu. Barangkali Presiden Perancis sudah meresmikan pabrik Peugeot di Cina sejak era Mao Zedong jika hanya berdasarkan analisa price/performance pekerja di Cina namun kenyataannya baru beberapa minggu yang lalu di era liberalisasi ekonomi. Demikian juga industri-industri internasional lainnya memindahkan pabriknya ke Cina setelah terlihat jelas dampak perubahan pemikiran pimpinannya Deng Xiaoping.

Sebagai jawabannya beliau menambahkan faktor figur pimpinan disamping faktor-faktor kepribadian pekerja dalam sebuah tim kerja. Kemudian beliau memberikan gambaran-gambaran yang menguatkan teorinya ini disertai contoh-contoh figur pimpinan perusahaan yang pernah ditemuinya dan diketahuinya. Saya tidak begitu yakin Pak Tumbur Tobing mengerti betul pertanyaan saya, atau mungkin pertanyaan atas ketidaktahuan saya dianggap sebagai pernyataan keberatan atas pendapatnya. Hal yang sering terjadi di ceramah-ceramah, diberi kesempatan bertanya lha kok malah mengajukan pendapat. Oleh karena itu, setelah tempo bicara beliau agak sedikit melambat, saya meminta ijin untuk mencoba menjelaskan lagi maksud pertanyaan saya.

Saya sampaikan bahwa saya belum juga memahami jawaban beliau atas pertanyaan saya. Bisa jadi ketidakpahaman saya ini dikarenakan kebodohan saya yang tidak punya ijazah di bidang ekonomi, oleh karena itu saya minta penjelasan yang mudah dicerna oleh orang kebanyakan. Saya jelaskan bahwa sebelum bekerja di bidang marketing saya pernah bekerja sebagai teknisi selama beberapa tahun dan terbiasa berpikiran "How-To". Sehingga saya beranggapan tentunya ada cara-cara untuk membangun tim dengan anggota berkepribadian yang menurut beliau: sungguh menyedihkan. Seperti layaknya tukang tambal ban punya cara sendiri dari mulai membuka ban, mencari lubang-lubang yang bocor, menambal kebocoran sampai memompanya kembali. Andaikata ada anggota team yang memiliki kepribadian yang bocor maka bagaimana cara memulai mengetahui atau mengukur produktif-tidaknya suatu tim, bagaimana mencari tahu anggota yang bermasalah, bagaimana cara memperbaikinya, kemudian bagaimananya caranya membangun tim yang solid dan produktif dari existing anggota tersebut, dst.
Andaikata jawaban atas pertanyaan ini dirasa terlalu panjang, maka saya minta diberi pencerahan berupa tingkatan prioritas masing-masing faktor kepribadian pembangun tim yang solid dan produktif (ada di slide presentasi, plus faktor figur pimpinan) berdasarkan kondisi-kondisi lingkungan kerja dimana Pak Tumbur Tobing pernah bekerja atau tahu. Dengan demikian saya bisa lebih membayangkan cara-cara mana yang musti dijalankan terlebih dahulu dan cara-cara mana yang boleh dikemudiankan.

Kali ini jawaban beliau singkat dan jelas. Menurut beliau pertanyaan saya tergolong makro sedangkan beliau spesialis mikro. Lanjutnya, orang makro akan susah menjawab pertanyaan-pertanyaan mikro. Demikian juga bagi spesialis mikro, permasalahan makro merupakan hal-hal yang sulit, maka Pak Tumbur Tobing memilih tidak menjawab pertanyaan saya.

Kalau di bidang teknologi sih, orang atau perusahaan yang memiliki keahlian untuk mensinergikan berbagai macam keahlian teknis, baik mikro dan makro, dikenal luas sebagai SI (System Integrator). Entahlah apa nama padanannya di bidang ekonomi.

Sunday, November 19, 2006

Being Different

Meskipun belum sebulan kenal blog, sudah terasa salah satu efek blog adalah lebih peduli terhadap kondisi dan kejadian di sekitar. Suatu proses pembelajaran yang seringkali terabaikan atau terlupakan. Paling tidak saya jadi lebih peduli perilaku rekan-rekan dekat di sekitar saya.

Di acara karya wisata Sabtu-Minggu ini saya baru menyadari rupanya kebanyakan rekan-rekan dekat saya dari golongan orang-orang 'aneh' diantara ratusan rekan-rekan lain. Keanehan ini sudah terasa sejak di bis saat berangkat. Ada saja rekan-rekan yang minta di-mutasi-kan ke bis rombongan dimana saya dapat jatah. Sebagai kompensasinya mereka bersedia berkaraoke sepanjang perjalanan. Perjalanan pun tak terasa jauh karena selain karaoke secara bergantian diselingi pula dengan gerr-gerran (canda-tawa). Kisah perjalanan seperti ini jadi terasa aneh karena tak terdenger cerita sejenis di bis rombongan lain.

Sebelumnya saya kira sudah membawa tas begitu besar karena bawa banyak 'sajen' buat teman-teman lain, ternyata seorang rekan wanita membawa tas yang jauh lebih besar karena membawa kopor yang menyolok banyak perhatian. Ketika saya tanyakan bawa apa saja di dalam kopor segede itu, jawabnya untuk persiapan memborong berbagai macam hadiah karena ia yakin sebagai orang yang selalu mujur. Ada rekan wanita yang sudah berumur mengecat rambutnya demi acara jalan-jalan ini yang bikin terasa aneh bagi banyak orang yang telah mengenalnya sejak lama. Rekan dekat lain yang menarik perhatian, setidaknya bikin banyak orang berkomentar karena dianggap aneh, adalah satu-satunya peserta memakai celana pendek dan satu-satunya peserta memakai celana training spak.

Rekan satu kamar pun di acara panggung gembira tadi malam juga terasa aneh karena tiba-tiba dia jadi satu-satunya karyawan yang menyanyi di panggung dengan lagu dangdutnya: Sekuntum Mawar Merah. Padahal sebelum naik panggung dia sudah bilang ke saya beberapa kali keinginannya menyanyi diatas pentas dan saya nyatakan bahwa saya tak percaya dia bisa menyanyi kerena meskipun kami sudah berteman beberapa tahun namun saya belum pernah tahu dia menyanyi. Sambutan para hadirin pun luar biasa. Panggung jadi penuh sesak oleh orang berjoged ria. Seorang direksi wanita yang kebetulan dekat juga dengan kami akhirnya tak tahan mengajak saya ikutan berjoged. Bahkan beliau sempat beberapa kali menarik ke panggung beberapa petinggi lain dan beberapa rekan dekat kami, meskipun ada yang tidak berhasil ditarik karena merasa dirinya betul-betul pemalu. Sampai akhir acara beliau tak pernah turun panggung saking menikmatinya acara joged bareng. Nampak betul beliau tak peduli dipandang sebagai seorang direktur paling aneh.

Semua peserta mendapat hadiah, namun hanya satu yang dapat grand prize yang diundi di acara penutupan tadi siang. Anehnya hadiah ini jatuh ke rekan dekat yang baru saja selesai menjalani masa percobaan 3 bulan. Kelihatannya anak ini memang jujur dan cerdas, sungguh beruntung yang jadi atasannya. Meskipun secara umur masih muda belia dan tergolong pegawai baru, namun sehari-harinya bergaulnya sudah dengan golongan rekan-rekan yang telah belasan tahun kerja. Menurut saya pantas saja dia mujur memperoleh grand prize tersebut, karena sudah 'buang sial' dengan seringnya mengocok gaple semalaman dilobi dimana saya dapat jatah kamar. Saya suka menjulukinya si balon (bakal calon) The Godfather 5 dari trah Corleone. Maksudnya dari darahnya memang sudah mengalir bibit orang aneh, sehingga secara alamiah akan tersesat di jalannya orang-orang aneh pula.

Menjadi beda dengan kebanyakan orang bukanlah suatu keharusan bagi setiap orang. Berani berbeda tidaklah selalu mudah bagi banyak orang. Namun ada kalanya pula untuk tidak berbeda juga tidaklah mudah bagi sebagian orang lain.

Setelah seharian beraktivitas sejak pagi, wajar saja jika kebanyakan rekan-rekan kecapaian dan langsung tidur selepas acara terakhir pada tengah malam. Namun ada saja sebagian kecil rekan yang secara naluriah mencari habitatnya yaitu kumpulan orang yang mungkin sudah punya bakat untuk berbeda dengan kebanyakan orang tanpa pernah bermaksud untuk berbeda.

Namun tetap wajib diingat untuk tidak asal berbeda. Berani beda tidak lantas berarti harus selalu berbeda selama-lamanya khan?!
Habitat Orang Aneh

Saturday, November 18, 2006

Hidup Tanpa Internet

Sudah banyak sekali dibahas manfaat internet bagi kehidupan, namun saya belum pernah membaca atau mendengar bahasan mengenai manfaat hidup tanpa internet.

Bagaimana ya... rasanya hidup tanpa internet?
Paling nggak, bisa bikin saya gak peduli blog.
Bye.

Friday, November 17, 2006

Teman Setia Diwaktu Reelax

Rasanya hari ini saya lagi kurang motivasi, atensi dan konsentrasi kecuali rileksasi. Pasalnya besok kantor akan mengadakan acara PERSAMI atau Pertemanan Sabtu sampai Minggu: yang sehari-hari rekan kerja menjadi teman biasa. Pihak panita menamakannya employee gathering. Saya agak merasa janggal untuk menyebutnya begitu. Bukannya apa-apa, tanpa acara gathering gini pun saya merasa sehari-hari sudah ngumpul dan ketemu ama rekan-rekan kerja tersebut. Mungkin karena anggota panitianya kebanyakan anak-anak muda yang dinamis, kreatip dan inovatip maka acara-acaranya pun banyak memakai istilah-istilah modern seperti fun games, outing, outdoor dll. Saya lebih sreg menyebutnya sebagai rileksasi bersama dimana para pesertanya diharapkan bisa sama-sama rileks dan melepaskan pikiran-pikiran tentang persoalan-persoalan pribadi, pekerjaan, piutang, pidana, perdata, dll.

Meskipun peserta diharuskan kumpul jam 6 pagi, secara umum motivasi rekan-rekan untuk ikut acara yang hukumnya tidak wajib ini lumayan besar. Sebagian besar karyawan telah menyatakan motivasinya untuk ikut acara besok, meskipun tidak semuanya. Rekan-rekan yang biasa ngobrol dengan saya (untuk tidak membedakan: rekan dekat atau bukan) kebanyakan dapat jatah sebis dengan saya yaitu di bis no 1. Barangkali kebetulan saja, namun rekan tetangga meja (kalo ini rekan dekat betulan, at least physically) yang dapat jatah di bis no 2 pernah ngomel ke panitia untuk mengatur supaya bisa pindah ke bis no 1. Kasihan panitia, sudah susah-susah ngatur masih ada saja yang merasa kurang diatur. Rekan lain satu ruangan yang di bis no 4, sempat menyatakan ragu-ragu mau berangkat ataukah tidak. Namun bosnya yang kebetulan wanita memintanya untuk nyopirin karena mau berangkat sendiri dengan mobilnya. Rekan lain lagi yang di bis no 5 bahkan sudah menyatakan secara resmi tidak ikut ke panita dari beberapa hari yang lalu, namun sore ini saya mendengar dia mendapat 'perintah' dari bosnya untuk ikut acara besok. Tinggal satu rekan ngobrol lagi yang dapat jatah di bis no 3 sampai sore tadi saya belum tahu kepastian ikut tidaknya.

Atensi terhadap acara besok cukup tinggi diantara banyak karyawan. Kondisi obyektif ini tak disia-siakan oleh seorang rekan yang menjual tas buat acara wisata santai seperti ini dan terbukti laris. Saking tingginya atensi terhadap acara ini, banyak rekan yang belanja berbagai macam keperluan wisata santai termasuk sepatu baru. Bahkan beberapa diantaranya beli sepatu bermerek ala Adidas, Reebok, Nike. Geli juga ngebayangin besok mereka turun bis pada lirik-lirikan sepatu. Hi hi hi...

Konsentrasi saya malam ini lebih terpusat pada bekal apa yang akan dibawa besok. Menurut pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, biasanya tempat saya menginap bisa jadi ajang pusat ngobrol serba ada. Suatu acara informal paska formal yang biasanya tengah malam. Mayoritas member-nya adalah satpam, office boy, kurir, teknisi dan engineer. Agak mengherankan pada kenyataannya para teknisi dan engineer peminat ngobrol after-midnight ini biasanya tidak dihadiri oleh rekan-rekan teknisi dan engineer yang bagian komunikasi data dan IT selain rekan-rekan dari bagian perteleponan. Barangkali sudah kodratnya rekan-rekan bagian komunikasi data dan IT untuk tidak begitu berminat ngomong langsung dengan sesama manusia. Barangkali mereka sudah terbiasakan ngomong sama mesin/komputer (non-human) atau via mesin, misalnya nge-ping, browsing, blogging dsb. Sedangkan rekan-rekan dari bagian perteleponan, dari sejak testing saja sudah harus ngomong dengan sesama manusia lain, paling tidak ngomong: "Halo".
Entah hanya kebetulan saja ataukah memang terjadi kemiripan di banyak perusahaan. Kalo saya perhatikan dilingkungan perusahaan dimana saya bekerja, sehari-harinya saat jam makan siang pun rekan-rekan dari bagian komunikasi data lebih sering pergi sendirian. Beda dengan rekan-rekan dari bagian perteleponan, mereka lebih sering kelihatan pergi, makan dan pulang rame-rame sambil ngobrol. Sepertinya jenis profesi bisa membentuk naluri dan habit sendiri, atau mungkin ada pembagian species manusia berdasarkan jenis profesi.

Mengingat adanya sebagian teman-teman yang punya kebiasaan ngobrol bareng informal diwaktu acara beginian itulah, saya merasa bekal yang akan saya bawa besok semestinya memperhatikan nasib mereka juga. Sukurlah masih ada beberapa bungkus oleh-oleh mudik dari handai taulan yang belum sempat kami buka. Selain itu ternyata masih ada stok gula, teh, kopi, serbat, semprit, dll buat 'sajen' para pengobrol sehingga saya tak perlu repot-repot belanja. Mudah-mudahan bekal saya ini bisa menambah rileks atau setidaknya seperti tulisan di bungkus semprit:

Teman Setia Bagi Anda
Diwaktu Minum Teh & Reelax
Bekal untuk teman setia diwaktu reelax

Thursday, November 16, 2006

Menjaga Kualitas Persahabatan

Saat-saat paska mudik seperti ini di rumah banyak oleh-oleh dari berbagai daerah baik Jawa Barat, Tengah dan Timur. Meskipun misalnya oleh-oleh tersebut bisa dibeli di mall atau pasar, namun tetap saja rasanya beda karena mengandung rasa plus-plus yang tak mungkin ada di rasa makanan biasa.

Saya pernah menganut paham untuk tidak mengikuti budaya oleh-oleh ini. Karena saya merasa paling males mikirin oleh-oleh apalagi perginya dalam rangka dinas, maka saya pun selalu mewanti-wanti rekan-rekan yang hendak keluar kota agar jangan membawakan oleh-oleh bagi saya. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan silih bergantinya rekan dan lingkungan kerja, lambat laun saya mulai insyaf bahwa oleh-oleh menandakan keinginan untuk menjaga kualitas persahabatan. Menolak oleh-oleh berarti mengurangi kualitas persahabatan atau bisa-bisa memutuskan persahabatan. Padahal mencari 1 sahabat baru jauh lebih susah daripada memutuskan 100 persahabatan.

Saat ini jika ada rekan-rekan kantor yang baru pulang dari luar kota tiba-tiba meminjam kunci lemari kerja atau kunci mobil, saya pun secara otomatis memberikan kunci tersebut sambil mengucapkan terimakasih tanpa pernah mempertanyakan maksud dan tujuannya. Saya yakin mereka tidak pernah berniat membeda-bedakan persahabatan di antara rekan-rekan lain, namun hanyalah semata-mata dikarenakan keterbatasan jumlah oleh-oleh yang bisa dibawanya saja.

Bagi teman-teman yang berbeda kantor dan tak pernah temu darat pun juga bisa saling memberikan oleh-oleh sebagai tanda keinginan untuk menjaga kualitas persahabatan. Di jaman elektronic-mail ini, oleh-oleh tidak harus berupa makanan atau gift namun juga bisa berupa electronic oleh-oleh berupa kisah atau foto-foto perjalanan via e-mail.

Saya tidak pernah merasa electronic oleh-oleh sebagai virtual oleh-oleh, karena apapun oleh-olehnya tetap terasa betul-betul 100% real. Ucapan terimakasih saja rasanya masih jauh dari mencukupi buat secuil oleh-oleh. Namun saya juga tak tahu harus bilang apa selain terimakasih ke seorang sahabat yang kemaren mau repot-repot mengirim oleh-oleh dari Turkey berupa seabrek foto perjalanannya.
Kebayang ga sih... andaikata kita sama-sama susah nyari makan disono??
Oleh-oleh dari Turki

Wednesday, November 15, 2006

Kesetaraan dalam Persahabatan

Obrolan yang lagi 'in' diantara rekan-rekan adalah kehebatan jip Mercedes Benz 300GD (G-Class) tahun 1988 yang dipakai untuk keliling dunia. Obrolan ini konon hasil nonton TV acara wawancara dengan petualangnya yang lagi di Jakarta. Barangkali karena saya tak pernah terpikir untuk keliling dunia maka saya tak tertarik obrolan ini.

Entah dapat koran dari mana, mungkin bawa dari rumah atau beli di kereta tadi pagi, seorang rekan menunjukkan artikel dengan foto jip petualangan tersebut. Sesaat saya tak begitu tertarik membacanya. Namun sewaktu terbaca sub judul diatasnya Gunther W Holtrof, saya pun kaget tak menyangka:
"Lhoh itu khan Pak Gunther??"

Rekan saya gantian heran dan menanyakan apakah saya kenal dengan petualang tersebut. Saya jawab:
"Lha kalo wong ndeso tur bodo kayak guwe, yang bertaon-taon kagak apal-apal juga jalanan Jakarta, mana ada sih yang gak kenal Pak Gunther pembikin peta Jakarta?!".

Si bule jerman ini dikenal dari legendanya dalam menyusuri jalanan dan gang sendirian bikin peta secara manual (tanpa GPS, foto satelit, dsb). Kalo orang ke toko-toko buku dan membandingkan peta -peta Jakarta, maka saya yakin kebanyakan orang masih mengakui petanya paling komplit dibandingkan peta-peta lain karya cipta perorangan atau institusi. Rasanya peta ini hasil karya yang luar biasa dari seorang biasa yang pernah tinggal hanya 6 tahunan di Jakarta pas jamannya Pak Cokropranolo jadi gubernur DKI. Padahal di Jakarta terdapat berbagai institusi pemerintah urusan jalanan disamping ada perguruan tinggi negeri dan swasta terkemuka yang punya jurusan geografi sejak dulu.

Oeroeg 1993Saya pun lantas teringat film Oeroeg (1993) yang salah satu figurannya lumayan dikenal di Indonesia yaitu Ayu Azhari sebagai Asih. Film ini mengisahkan seorang bernama Oeroeg, anak tukang kebun yang waktu kecilnya seneng maen oeroeg-oeroeg tanah. Sejak kecilnya ia bersahabat dengan Johan, anak mandor perkebunan asli Belanda. Johan digambarkan tumbuh sebagai pemuda yang ramah, baik hati dan rendah hati. Sedangkan Oeroeg digambarkan sebagai pemuda yang keras, gak mau kalah dan agak-agak belagu. Tidak seperti sinetron di TV-TV saat ini, tidak ada yang digambarkan ekstra ekstrim seperti baik dan jahat banget, pinter dan bego banget, dsb. Hanya saja karena perbedaan status sosial yang menyolok di masyarakat waktu itu, maka sebagaimanapun akrabnya persahabatan mereka tetap saja ketidaksetaraan sering tak bisa terhindarkan.

Contohnya, sewaktu nonton bioskop layar tancap Tarzan, meskipun Johan sudah berusaha ngotot untuk duduk di bangku pribumi, tapi para petugas tetap melarangnya dengan alasan hanya menjalankan peraturan. Orang bule nonton normal dari depan layar sedangkan wong pribumi nontonya dari arah sebaliknya. Kondisi ini bikin gondok Oeroeg dan bikin Johan jadi gak enak ati. Mungkin karena tidak tahan di-nomor duakan terus, Oeroeg menghilang yang ternyata menjadi ketua barisan republikien. Johan jadi commandant militairen dan selalu mencari Oeroeg sebagai seorang sahabat lama. Namun Oeroeg senantiasa berusaha menghindar dari ajakan persahabatan Johan.

Pada akhir cerita, pihak Belanda menghendaki Johan dibebaskan dari tawanan dan kaum republikien menyetujuinya dengan syarat dibebaskan sejumlah tawanannya yang diantaranya termasuk Oeroeg. Pada saat prosesi pertukaran tawanan, di tengah-tengah jembatan Johan bertemu Oeroeg yang baris paling belakang. Karena mengetahui perang akan selesai, Johan pun merasa optimis lagi bila Oeroeg bakalan mau diajak bersahabat kembali sehingga dia tak segan-segan mengulurkan tangan sambil berkata dengan nada ajakan:
"Kita akan bersahabat lagi khan?"
Anak tukang kebun tersebut tidak menyambut jabat tangan (mantan) sahabatnya sambil menjawab dengan mantap:
"Belum, selama satu orang Belanda masih setara dengan 30 orang Indonesia!"

Sampai sekarang pun di berbagai perusahaan, pada umumnya orang bule gajinya berapa kalinya warga pribumi meskipun umur, pengalaman kerja dan tingkat pendidikan sama? Padahal orang bule yang kerja di Indonesia umumnya adalah bukan bibit kelas satu di negerinya. Kalo pun mereka memiliki kemampuan memilih pekerjaan, tentunya mereka akan jauh lebih memilih kerja di negerinya sendiri. Bisa jadi perbedaan gaji tersebut dikarenakan kualitas hasil kerja bule memang jauh melampaui kemampuan rekan-rekan kerja pribuminya. Setidaknya, mau diakui ataupun tidak, pada kenyataannya sampai kini hasil karya dan kerjasama institusi-institusi lokal dan nasional yang punya banyak staf ahli, komputer dan peralatan-peralatan pemetaan canggih lainnya masih belum dipandang setara dengan hasil kerja manual seorang bule biasa bernama Gunther W Holtrof.

Selamat Jalan Pak Profesor

Inna lillahi wa inna ilayhi rojiun, saya turut berduka cita atas meninggalnya guru besar kami yang tak akan pernah saya bisa lupakan

Prof. Samaun Samadikun MSc. PhD.
Lahir: Rabu Pon 15 April 1931 (26 Dulkaijah 1349-H) di Magetan
yang telah meninggal dunia pada jam 9:59 WIB hari ini, Rabu Legi 15 Nopember 2006 (23 Syawal 1427-H).

Semoga Allah SWT berkenan menerimanya di sisi terbaiknya beserta segala amal ibadah dan kebajikannya, mengampuni segala dosanya serta memberikan kesabaran kepada keluarga dan handaitaulan yang ditinggalkannya.
Amin.

Tuesday, November 14, 2006

Komunikasi Non Legacy

Hari ini lumayan irit, makan siang gratis karena di kantor ada Halal Bihalal. Perhelatan ini diselenggarakan secara gotong-royong oleh ketiga bagian pra-penjualan dari divisi Enterprise, yaitu sales service, sales produk dan marketing. Kebetulan ketiga bagian pra-penjualan ini berada satu lantai.

Bagian sales service yang mayoritas wanita menyediakan aneka masakan dan minuman yang bikin saya sendiri kagum atas kepiawaiannya dalam masak-memasak. Sedangkan bagian sales produk, mungkin karena terbiasa mentraktir customer, mereka memilih patungan (urunan) buat beli hidangan suplemen yang memang terbukti enak betul. Bagian marketing yang didominasi mantan teknisi berpartisipasi dalam beberapa seksi seperti seksi dekorasi, dokumentasi, publikasi & komunikasi. Saya kebagian seksi asistensi (bantu-bantu) icip-icip he he.... Acara makan siang dimulai setelah doa yang dipimpin oleh seorang rekan yang kami panggil Pak Haji.

Sembari makan ketupat sayur ada seorang rekan mencoba membuka obrolan dengan mempertanyakan istilah halal bihalal dan acara maaf-maafan ini. Saya sempet terkesima beberapa saat mendengarnya. Kok ya... ada saja orang yang sebegitu kritisnya sampai-sampai hal-hal beginian dipikirin?! Olala!.. Dunia ternyata amatlah kompleks, terlalu banyak hal yang tak pernah saya sangka. Menurut saya, istilah halal bihalal tidak harus berhubungan dengan bahasa tertentu. Begitu halnya saling minta maaf dan memaafkan bukanlah hak eksklusif agama atau suku tertentu. Mau disebut apa kek undangan acara maaf-maafan di bulan sawal seperti ini, apakah sawalan, halal bihal, silaturahmi, open house, dll adalah undangan yang jelas dan transparan tanpa perlu buka-buka kamus segala. Orang-orang yang diundang mengerti betul maksud dan tujuan undangan. Beda dengan penipuan-penipuan terselubung dengan undangan samar-samar setengah maksa, seperti misalnya ada proyek-lah, prospek-lah, kerjasama-lah... tanpa pernah mau menyebutkan informasi secara transparan sebagai dasar pertimbangan perlu-tidaknya menghadiri undangan tersebut. Sayang sekali tak ada satu pun rekan yang membantah ataupun menanggapi pendapat saya ini. Mungkin mereka pada males mikir karena sedang menikmati kelezatan makan siang.

Rekan yang sama kemudian bercerita tentang forward-an imil baru-baru ini yang katanya dari temannya menyoal istilah Minal Aidin Wal Faidin. Memang, kira-kira setahun lalu ada penulis lepas koran (kalo tidak salah koran PR Bandung) mencoba kotak-katik istilah ini namun pembahasan hanya berkisar seputar ilmu bahasa sesuai bidangnya. Sayang sekali pembahasan tersebut tidak menyebutkan secara jelas asal usul istilah ini agar bisa dilacak validitas maksud dan tujuan pencipta istilah tersebut. Kalo disimak cerita rekan tersebut, rupa-rupanya saat ini ada pihak-pihak yang memanfaatkan pembahasan dari segi ilmu bahasa ini untuk mencoba mempengaruhi opini orang banyak via imil. Inilah efek kemudahan komunikasi, berkomunikasi jauh lebih mudah dan murah namun jauh lebih sulit memfilternya. Untuk mengetahui imil spam, virus atau normal saja sudah sulit apalagi mengetahui maksud dan tujuan penulis imil.

Secara terus terang saya mengakui tidak mengetahui asal usul istilah ini selain kalimat ini sudah amat populer sejak saya belum lahir, paling tidak setiap tahun dinyanyikan di syair lagu "Selamat Hari Lebaran" karya Ismail Marzuki.

Minal Aidin Wal Faizin, Mohon maaf lahir dan Batin
Selamat para pemimpin, Rakyatnya makmur terjamin
Namun saya yakin sewaktu kebanyakan rekan-rekan kantor bersalaman sambil secara singkat, simple dan praktis mengucapkan istilah ini maksudnya tak lain tak bukan adalah Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Baik Minal Aizin, Halal Bihalal, Sawalan, dsb bagi saya adalah sekedar ungkapan untuk memudahkan komunikasi dalam mengutarakan maksud kita tanpa harus terikat pakem atau protokol tertentu. Sama halnya dengan istilah "Aneh bin Ajaib" tidak harus berarti orang bernama Aneh anaknya Pak Ajaib meskipun menurut bahasa Arabnya mungkin saja artinya begitu. Tidak perlu repot-repot dipersoalkan yang lebih penting adalah bagaimana orang yang diajak komunikasi mengerti maksud kita. Begitu juga dengan istilah-istilah dongeng seperti abrakadabra, simsalabim dsb yang penting anak-anak yang membacanya mengerti isi dongeng. Bagi orang kebanyakan sering terungkap secara spontan ungkapan-ungkapan non protokoler untuk menyapa temannya yang sudah lama tidak bertemu seperti Jiancuk, Pukimak, Biangane, Semprul dll yang mana orang yang diajak komunikasi pun maklum bahwa itu adalah ungkapan kegembiraan karena berjumpa lagi tanpa pernah memikirkan apa arti legacy-nya.

Saat ini untuk membeli barang tidak harus repot-repot pergi ke toko, membawa uang tunai atau tanda-tangan kartu kredit seperti tempoe doeloe. Tinggal klak-klik di browser, pihak penjual sudah percaya kesahihan pembayaran tanpa pernah bertemu pembelinya. Barangkali masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum mampu menerima kemudahan cara-cara berkomunikasi non legacy seperti ini, misalnya karena protokoler perusahaan mewajibkan bukti komunikasi tertulis dengan fax atau surat dilengkapi kop perusahaan, stempel, tanda-tangan atau cap jempol, materai, dsb. Beda dengan perusahaan, sebagai personal tentunya kita bisa jauh lebih fleksibel untuk tidak terkungkung oleh protokol-protokol tertentu dalam berkomunikasi apalagi mempersulit diri dengan legacy-legacy berkomunikasi.

Bagaimanapun juga saya berterimakasih kepada rekan ngobrol yang telah mau sharing pengetahuan tersebut. Paling tidak hari ini saya memperoleh pelajaran berharga dan menambah wawasan baru bahwa ternyata di jaman komunikasi 3G gini masih ada saja yang sibuk mikirin njlimetnya legacy-legacy dalam berkomunikasi.
Makanya... ngobrol.

Monday, November 13, 2006

Mobil Cina

Hari ini banyak koran yang memberitakan pembalap Indonesia Ananda Mikola mengalami gatot (gagal total) gara-gara DRS Med (Dereng Rampung Sampun Medal) alias sudah keluar arena sebelum menyelesaikan semua lap di lomba balap mobil A1 di Beijing (Peking). Sirkuit di Beijing ini merupakan sirkuit internasional terbaru Cina setelah ZIT (Zhuhai International Circuit - 1996) dan SIC (Shanghai - 2004) yang telah beberapa kali dipakai buat balapan F1. Hal ini menunjukkan keseriusan Cina dalam industri mobil international.

Sekitar 2 mingguan lalu Presiden Perancis Jacques Chirac meletakkan batu pertama peresmian pembangunan pabrik Peugeot di Wuhan. Pabrik ini pengganti pabrik terbesarnya di Ryton, Inggris yang direncanakan tutup tahun 2007. Alasannya klasik, biaya produksi di Cina jauh lebih murah. Bisa jadi nanti-nantinya harga mobil baru Jepang tidak selalu lebih murah dari mobil yang selama ini dikenal sebagai mobil merek Eropa sekelasnya, misalnya sedan Toyota Camri 2.4G matic akan lebih mahal dari Peugeot 408 Coupe Le Mans. Mungkinkah?

Peugeot Made in China

Sunday, November 12, 2006

Kendaraan Siap Banjir

 Kendaraan Kendaraan Siap Siap Banjir"Soni! Soni! Soni!... kalo gede mau naik apa?"

Ini adalah sepenggal bait plesetan dari lagu Susan (Ria Ernes) tapi lebih diperuntukan buat anak laki-laki. Entah anaknya yang seneng mobil-mobilan ataukah Bapaknya yang seneng mobil beneran.

Di banyak kalangan terutama di kota-kota besar, laki-laki suka merasa kendaraan menunjukkan bonafid tidaknya dirinya, perusahaannya atau orangtuanya. Bagi karyawan yang wajib pergi-pulang ke kantor setiap hari kerja, maka kendaraan merupakan modal utama produktivitas. Apalagi di Jakarta, banyak karyawan yang mengandalkan kendaraan pribadi karena memang fasilitas angkutan umum belum memadai.

Menjelang musim hujan seperti sekarang banyak warga Jakarta yang khawatir bahwa musim hujan adalah musim masalah. Bukan hanya masalah banjir bandang namun juga masalah transportasi saat banjir. Barangkali karena itulah saat ini di jalanan ibukota banyak berseliweran mobil-mobil jenis siap banjir ala Mitsubishi L200 Strada, Ford Ranger, Mazda B2500 Fighter, Nissan Frontier dan Navara, Isuzu D-Max, ....

Mobil-mobil jenis ini selain kokoh dan tinggi untuk melewati banjir, juga dilengkapi dengan bak terbuka di belakang untuk jaga-jaga mengangkut barang-barang yang bisa diselamatkan andaikata rumahnya kebanjiran.

Bagi yang belum mampu beli mobil jenis siap banjir, mungkin tak ada salahnya mempertimbangkan motor siap banjir di pameran motor di JHCC. Meskipun tidak bisa mengangkut banyak barang bila rumahnya kebanjiran, setidaknya bisa sebagai transportasi alternatip jika jalanan banjir dan sulit dilewati kendaraan biasa yang tidak dirancang khusus untuk melewati medan seperti itu.

Naik motor gede tak khawatir tilang
Cari motor trail antisipasi banjir
Harree genneee ke Balai Sidang
Bawa mobil susah ngurusi parkir

Lebih enakan naik ojek, sarana angkutan umum swasta pelat hitam. Bener juga dugaan saya, di pintu masuk Senayan saja mobil sudah antri panjang sekali. Biasanya sih kalo sudah begini, untuk parkirnya saja lama banget karena untuk masuk ke Senayan saja sudah lama, ditambah di dalam Senayan pun cari parkiran tidaklah gampang saking penuhnya. Belum lagi sakit hati dipalakin (mengemis tapi maksa) gali (okem) di area parkiran minimal tiga rebong tanpa karcis, kuitansi atau tanda bukti pembayaran sama sekali!

Kalo pengunjung pameran naik angkutan umum atau jalan kaki, wajar saja mereka nonton pameran motor buat perbandingan mau beli motor. Kalo pun pengunjung naik motor pun saya tak heran, karena mungkin pengin ganti motor yang lebih bagus. Lha kalo pengunjung yang naik mobil sebanyak itu, saya tak yakin apa motivasi mereka selain kurangnya sarana hiburan keluarga yang terjangkau di Jakarta. Bisa jadi mereka ke pameran dalam rangka mencari motor siap banjir, itung-itung sedia payung sebelum hujan.

Namun bagi mereka yang mau cari kendaraan siap banjir barangkali pameran ini tidaklah begitu istimewa. Tidak semua merek memamerkan motor trailnya atau motor yang dirancang khusus untuk jalanan banjir. Kalaupun ada cuma pajangan dan tidak ada harganya. Stand KTM juga tak nampak. Kalau pun saya ikut-ikutan banyak pengunjung lain untuk moto-moto sana-sini, itu bukannya karena saya tertarik terhadap obyek yang saya foto tapi ogah rugi aja karena sama-sama mbayar Rp. 20K untuk masuk pameran.

Oh ya, saya jadi ingat, biasanya tiap minggu ada MX1 di TV. Mendingan nonton TV aja.

Saturday, November 11, 2006

Peringatan Hari Kematian

Hari Pahlawan 10 Nopember kemaren mengingatkan saya bagaimana orang tua kami merancang nama buat salah seorang adik saya. Barangkali adik saya waktu itu diramalkan akan lahir tepat di hari pahlawan. Oleh karena itu dipersiapkanlah nama Pahalawan, asal kata istilah Pahlawan yang berarti orang yang diharapkan memperoleh banyak pahala atau penghargaan. Jika meleset 1 hari, maka akan dikurangi hurup 'aw' menjadi nama Pahalan. Namun kenyataannya ramalan tersebut meleset 2 hari, sehingga nama tersebut mendapat sisipan (jw: seselan) 'in' seperti dalam kata kinerja atau dalam bahasa jawa: kinenthu, pinisepuh, dsb.

Pengetan Sedanipun KGP A MangkubumiDalam budaya jawa, peringatan hari kelahiran seseorang (happy birthday) tidaklah umum. Kalaupun akan diadakan peringatan terhadap seseorang, yang diperingati adalah hari kematiannya seperti peringatan-peringatan 3, 7, 40, 100, 1000 hari disamping ulang tahunan yang dihitung sejak hari kematian orang tersebut. Ada kalanya orang yang telah lama tiada masih diperingati hari kematiannya seperti misalnya tokoh-tokoh terkenal Alfred Nobel, Ayatollah Khomeini, Mahatma Gandhi. Demikian juga bangsa Indonesia, secara resmi tidak mengenal peringatan hari kelahiran tokoh atau pahlawan nasionalnya, melainkan hanya mengenal peringatan hari kematian para pahlawannya setiap tahunnya.

Terlepas mana yang lebih baik: apakah memperingati ulang tahun hari kematian ataukah hari kelahiran, yang jelas hari ini saya tidak ada rencana beli kado sebagai hadiah ulang tahun hari kelahiran adik saya besok.

Friday, November 10, 2006

Pejabat Yang Merakyat

Hari ini pergi jumatan rame-rame bersama rekan-rekan ke masjid Istiqlal. Selepas salat saya lihat Pak Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia, berada satu baris di belakang saya. Saya tidak tahu apakah beliau satu-satunya pejabat tinggi negara yang bila jumatan di Istiqlal tidak pernah di VIP (di belakang imam), ataukah kami tahunya hanya beliau saja dari ribuan umat yang jumatan. Yang jelas, beliau juga sering pergi jumatan rame-rame bersama rekan-rekannya ke masjid Istiqlal.

Di tempat biasa kami memakai sepatu, seorang rekan entah berkomentar atau bertanya:
"Pak Abdullah itu pejabat yang merakyat, ya Pak? Biasanya pejabat tinggi negara khan lewat pintu VIP tapi beliau kok mau selalu lewat pintu biasa seperti kita-kita saja ya?"

Rupanya pertanyaan atau komentar rekan saya tersebut berlatar-belakang: dari mata turun ke hati. Apa yang nampak dimata menjadi buah hati. Tanpa sok merakyat, orang akan dengan mudah menilainya secara spontan dan jujur. Merakyat diartikannya sebagai mudah dipahami dan diteladani oleh rakyat.

Merasa tak yakin apakah rekan saya tersebut sekedar berkomentar atau serius bertanya, saya pun balik bertanya:
"Mana yang lebih baik: pejabat yang merakyat ataukah pejabat yang bermanfaat buat rakyat?"

Siapa pun tahu maunya sih dua-duanya, tapi ini bukanlah jawaban dari pertanyaan tersebut. Tidak banyak individu yang punya segalanya, meskipun banyak individu ingin punya segalanya. Misalnya ingin cerdas, berpendidikan tinggi, kaya raya, baik hati, mandiri, pintar bergaul, pintar berdandan, pintar masak, setia, cantik lagi. Tidak bisa semuanya sama rata, mau tidak mau harus memilih (atau terpilih) sesuai bakat dan minat masing-masing individu. Mungkin karena bingung atau ragu-ragu sama jawabannya sendiri, rekan saya tersebut balik menanyakan apa jawaban yang benar.
Saya jawab:
"Itu khan urusan ilmu sospol. Kuliah di sospol pun saya belum pernah, bagaimana saya bisa menjawabnya dengan benar?!"

Thursday, November 09, 2006

Marketing Remang-Remang

Remang-remang clubbing di Ibukota
Bagi sebagian praktisi penjualan (sales) dan pemasaran (marketer), kegiatan profesi di nite club, cafe, lounge atau tempat remang-remang lain adalah hal yang lumrah atau pernah dilakukan. Ada kalanya kegiatan tersebut berupa clubbing yaitu acara kumpul bareng komunitas tertentu di tempat remang-remang. Clubbing berbeda dengan resepsi pernikahan yang umumnya diselenggarakan di tempat terang benderang dengan undangan dari berbagai kalangan. Clubbing bisa dilaksanakan secara swasembada atau disponsori oleh suatu perusahaan sebagai bagian dari strategi marketing. Barangkali atas dasar inilah, sebuah kantor representatip produk telekomunikasi menyelenggarakan clubbing untuk komunitas para sales dan marketer distributornya di Jakarta.

Setelah menjemput seorang teman dari rumahnya, kami berlima berangkat ke undangan clubing tersebut. Mungkin gara-gara salah milih jalan atau memang pas lalu-lintas lagi macet total, rasanya perjalanan jadi lama nian. Apalagi kami tidak bawa sopir sehingga di jalan suka ragu-ragu dan berdebat sendiri mau lewat mana. Saya beberapa kali terima telpon selama perjalanan. Ada yang mau memberi tahu tentang undangan ini, ada yang mempertanyakan berangkat-tidaknya saya ke undangan ini, ada pula yang terus terang khawatir bisa-bisa acara sudah bubar saat kami sampai.

Kalau dilihat dari jam undangan, jelaslah kami datang terlambat beberapa jam di cafe remang-remang tersebut. Bisa jadi banyak acara terlewatkan tapi untungnya acara terakhir khusus fun belum dimulai. Clubing seperti ini biasanya diawali orasi-orasi para pejabat pihak sponsor kemudian dilanjutkan dengan promosi-promosi marketing dan presentasi-presentasi teknologi terbaru mereka. Terlepas dari asas manfaat, kebetulan saja saya memang lagi males banget sama yang namanya marketing dan teknologi apalagi di acara model beginian.

Ada puluhan tamu undangan dari beberapa perusahaan, sebagian besar saya kenal karena memang masih didominasi oleh muka-muka lama tapi banyak juga yang belum saya kenal termasuk MC-nya. Oleh karena itulah sewaktu kami masuk ruangan, saya sempatkan berkenalan dengan sang MC, yang sepertinya sengaja disewa oleh pihak sponsor dari perusahaan EO (Event Organizer). Saya pikir hal ini wajar saja, sebagai tamu apalagi terlambat banget maka saya merasa berkewajiban memperkenalkan diri ke MC yang notabene mewakili tuan rumah. Paling tidak daripada dituduh sebagai tamu tak diundang. Anehnya hal ini mengundang tawa riuh para hadirin. Ada teman yang berbisik bahwa sebelum kami datang suasananya kurang begitu seru padahal katanya di undangannya dicetak besar-besar Full Surprises.

Selain disediakan hidangan makan malam, disediakan juga permainan-permainan olah-raga indoor seperti sepak bola mini, basket mini (handsal?) dan bilyard. Acara ini diakhiri dengan pemberian hadiah untuk bintang tamu hasil pilihan MC sendiri. Tentu saja, yang dimaksud MC bukanlah artis kondang yang sengaja diundang oleh EO untuk turut memeriahkan suasana, melainkan tamu undangan yang dinilai telah men-support kinerja EO dalam memeriahkan suasana. Tak salah pihak sponsor memilih EO ini, MC-nya memang pintar.

Wednesday, November 08, 2006

Financial Freedom

Membaca koran Media Indonesia hari ini terasa ada yang kurang sreg saat membaca judul besar di halaman 8, "Saya Tidak Berniat Korupsi" yang merupakan pernyataan Nur Mahmudi Ismail, walikota Depok. di gedung DPRD Depok.

Dari berita tersebut sulit memahami dimana kaitannya antara sidang DPRD yang diberitakan dengan niat pribadi pada judul berita tersebut. Lazimnya pimpinan pemerintahan rapat dengan anggota DPRD dalam rangka memperjuangkan atau melaporkan gagasan, kebijakan atau rencana-rencana pembangunan daerahnya. Antara judul dengan isi berita mengesankan masalah bela-membela terhadap niatan pribadi seorang pimpinan daerah. Diberitakan, satu-satunya fraksi yang membelanya adalah PKS yang berpendapat penyaluran bantuan keuangan Rp. 211 juta tidak menyalahi prosedur. Di berita tersebut tidak disebutkan angka itu merupakan berapa persen dari total nilai korupsi yang dituduhkan oleh masyarakat ataupun yang dilaporkan oleh 5 fraksi lainnya ke Mahkamah Agung. Penduduk Depok tentunya sudah maklum bahwa Nur Mahmudi Ismail bukan pertama kalinya ini berurusan dengan lembaga pengadilan.

Kemarin koran ini memberitakan demonstrasi besar-besaran dengan judul: Pencegahan Korupsi Jalan Ditempat. Para demonstran memandang pemerintah barulah sebatas niatan memberantas korupsi karena belum cukup bukti hasil dari usaha-usaha pemberantasan tersebut. Rupanya ada sebagian masyarakat yang menuntut para pimpinan pemerintahan tidak hanya punya niat, apalagi sekedar niatan pribadi. Orang pun maklum bahwa korupsi membutuhkan kemampuan, kecerdasan dan keberanian yang lebih dari rata-rata. Andaikata korupsi itu gampang dan tidak berresiko tinggi, mungkin akan jauh lebih banyak lagi orang yang mau korupsi. Oleh karena itu untuk memberantas korupsi, masyarakat mengharapkan para pemimpinnya memilki kemampuan, kecerdasan dan keberanian yang lebih tinggi daripada para pelaku korupsi baik lawan maupun kawan disamping memiliki penuh kharisma lintas golongan agar usaha-usahanya memperoleh dukungan dari semua golongan, paling tidak golongan yang secara resmi terwakili di DPR/DPRD.

Ada yang berpendapat pemimpin masyarakat seperti ini teramat sulit dicari selama mayoritas masyarakatnya masih belum terbebaskan dari basic financial problems, yang juga tergantung masing-masing individu masyarakat tersebut.

Sore-sore seorang rekan dari perusahaan lain di gedung perkantoran yang sama mendatangi meja saya. Sudah lama sekali saya tidak ketemu dia. Herannya, entah kenapa kalo setiap pertama-tama ketemu rekan ini, saya serasa terhipnotis untuk berbahasa Inggris, meskipun amburadul. Berikut adalah dialog Saya dengan Rekan tersebut yang berlangsung dengan tempo allegro.

R: "Hi! I just want to let you know that I have resign"
S: "Thank you. It sounds like your own option, right?"
R: "Yes"

Biasanya bila ada orang yang berpamitan begini saya enggan menanyakan mau pindah kerja kemana. Saya khawatir orang yang saya tanya akan menjawabnya secara terpaksa, misalnya mungkin saja dikarenakan ada perasaan tidak enak karena berbagai alasan pribadi. Namun anehnya, rasa khawatir ini tak ada saat bicara dengan rekan yang satu ini. Mungkin karena kami jarang bertemu, atau mungkin juga saya merasa rekan ini terbiasa bersikap jelas dan berbicara lugas.

Andaikata dia tak mau menjawab, maka saya yakin dia akan berterus-terang mengatakannya kalau dirinya tak mau menjawab. Dan saya pun yakin dia sudah hapal salah satu tradisi saya yang tak bakalan memaksanya ataupun berharap-harap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dia enggan menjawabnya.

S: "Where are you going to move then?"
R: "Not anywhere"
S: "Surprised. How old are you?"
R: "36"
S: "But many people think Life begins at 40. How about you?"
R: "I think I can build my life earlier than other people"
S: "Since when you built your life?"
R: "Since more than 2 years ago."
S: "So what did you have now?"
R: "I have readiness for financial freedom now."
S: "Did you mean you have been ready to become a man like Mbah Marijan?"
R: "No. That's far beyond of my capability. I believe he already has real financial freedom, but I just want virtual financial freedom"
S: "What's the difference?"
R: "I believe he has almost free of financial dependencies in reality, meanwhile I just want virtually free from financial definitions"
S: "How will you define your own finance?"
R: "I will sell what I want to sell by my self."
S: "What kind of stuff which you want to sell?"
R: "Any kind"
S: "Where will you sell it?"
R: "Anywhere"
S: "God bless you"
R: "Thank you"

Who's the real boss?

Potrait of BossSurprised. Wondering why analysts still don't want consider Mbah Marijan, read thoroughly an article at The Jakarta Post page 3 today, "Who's the real boss of Indonesia: Yudhoyono or Golkar's Kalla?" a commentary by Endy M. Bayuni.

Answer: Not found.

Who's the real boss?
The real boss is one who knows the way, shows the way and goes the way, is it? Who was said this kind of statement?

According Soekarno to Cindy Adams (translated in Bahasa Indonesia):

Aku adalah putra seorang ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti "Tuan". Bapak adalah keturunan Sultan Kediri. ...

Apakah itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah ahli warisnya. ...

Kata ibuku kala aku masih kecil:
Kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita orang Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra dari sang fajar.

Tuesday, November 07, 2006

Kembali Ramai

Bagi sebagian orang, bercerita tentang perjalanan mudik asyiknya rame-rame. Perjalanan mudik rame-rame saja sudah mengasyikkan apalagi menceritakannya rame-rame. Setiap orang berhasrat menceritakan kisah perjalanan mudiknya, apalagi bagi yang menggunakan kendaraan pribadi. Lumayan unik bagi yang belum pernah mengalaminya. Mana yang naik motor bebek sekeluarga sampai Jawa Timur, melayani antar jemput khusus pembantu sampai kampungnya di Jawa Tengah, atau kisah tentang mobilnya yang ditawar untuk dibeli tunai ditengah perjalanannya di sebuah warung di Sumatera.

Begitu juga saat ngobrol bersama teman-teman dari kalangan teknisi lapangan, satpam, tukang parkir atau pedagang indomie dan somay. Banyak ragam kisah yang tak pernah terbayangkan. Bedanya jika ngobrol bersama teman-teman dari komunitas obrolan ini adalah ujung-ujungnya lagi-lagi Mbah Maridjan. Kalo sudah begini, rasanya sama saja sebelum dan sesudah lebaran: Automatic Updates -- kira-kira begitulah padanannya di dunia software.

Meskipun tidak senantiasa berusaha secara khusus mengikuti berita tentang Gunung Merapi, Plang nama mbah Maridjannama Mas Penewu Surakso Hargo (79 tahun) a.k.a mbah Maridjan seorang abdi dalem kraton dengan jabatan Juru Kunci Hargo Merapi sejak 1982 dari desa Kinahrejo - Ngayogyakarta tak asing lagi bagi saya. Barangkali karena teman-teman taunya saya kelahiran Yogyakarta maka mereka selalu antusias update info, bahkan ada yang update via SMS segala. Iklan jamu yang dibintanginya di TV: Pokoke Rosa! (Pokoknya Perkasa!) menyiratkan citra keperkasaannya dalam artian luas.

Citra keperkasaannya diawali dari berbagai tekanan dan intrik dari berbagai pihak yang memojokkannya di berbagai media massa cetak dan elektronik karena konsistensinya untuk tetap mbalelo terhadap perintah resmi pemerintah RI pertengahan Mei yang lalu. Gubernur DIY Sri Sultan HB X juga memerintahkan untuk tunduk pada pemerintah, "Saya saja tunduk terhadap pemerintah pusat. Mbah Marijan juga mestinya tunduk pada pemerintah daerah yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat". Pemerintah pusat juga berusaha dengan segala upaya agar semua warganya tunduk sama perintahnya untuk mengungsi. Sampai-sampai untuk menunjukkan keseriusan perintahnya untuk mengungsi, Presiden SBY beserta Kapolri, beberapa Menteri dan rombongan menginap di posko (16/5) di salah satu lokasi pengungsian. Ada juga temen-temen yang heran mengapa waktu itu pemerintah tak mencoba memusyawarahkan antara pendapat para pakar-pakar kepercayaan pihak pemerintah dengan kepercayaan mbah Maridjan. Namun yang terkesan adalah pemerintah hanya mau memaksakan pendapatnya sendiri tanpa pernah mau mencoba memahami pendapat yang berbeda, apalagi yang bertentangan.

Jika hanya mengandalkan logika semata memang tidaklah masuk akal bagi orang kebanyakan. Mbah Mardijan tidak punya titel kesarjanaan, koneksi pejabat tinggi, backing konglomerat, pengacara, pasukan, ataupun pelobi atau negosiator. Kalaupun kaitan ormas sekedar tercatat sebagai Ketua Syuriah Majelis Wakil Cabang NU Cangkringan, Sleman. Tapi terbukti sampai kini tak ada satu pun kekuatan pemerintah yang bisa melakukan pengusiran atau penggusuran terhadapnya seperti yang kerap terjadi di Ibukota bagi mereka yang dipandang tidak mau tunduk terhadap perintah pemerintah. Sepertinya semua teman-teman penggemar perbincangan tentang mbah Maridjan tak ada yang menyangsikan masalah keperkasaannya ini.

Diluar citra keperkasaan, ada sebagian teman-teman yang mempercayai mbah Maridjan memiliki ilmu yang sudah melampaui sains dan teknologi modern. Sebagian teman-teman yang lain kurang begitu mempercayainya dengan alasan kebetulan saja waktu itu ada beberapa bugs yang belum di-patched atau di-fixed-kan di peralatan-peralatan yang dipakai untuk meramal meletusnya Gunung Merapi karena tidak ada dana untuk upgrade peralatan-peralatan tersebut. Ada juga kemungkinan pakar-pakarnya belum di-training atau sudah lupa penggunaan peralatan-peralatan tersebut karena sehari-harinya sibuk ngobyek cari tambahan. Andai benar Mbah Maridjan punya ilmu pengetahuan yang melebihi sains dan teknologi, toh buktinya tidak pernah terdengar berita atau cerita mbah Maridjan meramal akan terjadi bencana gempa bumi Yogya. Temen-temen yang percaya hasil bukti kebenaran ilmu mbah Maridjan bukan sekedar kebetulan belaka, berpendapat bahwa gempa bumi Jogja asalnya bukan dari Gunung Merapi berarti hal itu sudah diluar job description-nya sebagai Juru Kunci Hargo Gunung Merapi. Dengan alasan profesionalisme ini jugalah, teman-teman berdalih menolak tantangan uji kaji ilmu & teknologi ala mbah Maridjan untuk menyelesaikan bencana lumpur Lapindo di Porong - Jawa Timur.

Pro-kontra diluar masalah keperkasaan inilah yang suka meramaikan obrolan tentang mbah Maridjan. Barangkali pro-kontra semacam ini juga yang memecah belah penduduk lereng Gunung Merapi. Ada yang mau mentaati perintah pemerintah untuk mengungsi ataukah mempercayai pendapat Mbah Maridjan, seperti yang pernah disampaikannya sewaktu dialog dengan Gus Dur di TV "Lha wong mboten wonten punopo-punopo kok ngungsi?!" (Lha tidak akan terjadi apa-apa kok mengungsi?). Wuih!... manstap.

Sewaktu mudik secara iseng-iseng saya sempat menanyakan ke orang tua tentang hubungan mbah Maridjan dengan bencana gempa bumi Yogya. Dengan nada datar dan biasa saja, diceritakan bahwa sebenarnya sehari sebelum terjadi gempa bumi Mbah Maridjan sudah pergi ke kraton hendak melapor tapi tak ketemu. Mungkin hari itu Sri Sultan sedang tidak berada di kraton. Memang saat hari kejadian gempa bumi Sabtu pagi, baik Sri Sultan maupun permaisurinya GKR Ratu Hemas sedang berada diluar kota yang berbeda. Cerita tersebut diakhiri dengan komentar Mbah Maridjan, "Lha kulo sampun bade matur kok mboten ditampi. Nggih empun". (Saya sudah berusaha melapor tapi kok tidak diterima. Ya udah).

Cerita atau rumor ini belum pernah saya dengar dari teman-teman. Namun saya tak begitu yakin, bila saya ceritakan apakah obrolan bisa tambah ramai atau sebaliknya. Rasanya bosen juga kalo nongkrong di warung tanpa dengar ramainya obrolan mereka, apalagi cuman diem-dieman doang sambil iseng-iseng baca koran merah atau mengisi TTS. Pokoke Rame!

Monday, November 06, 2006

Kembali ke Habitat

Masa paska mudik seperti ini mengingatkan saya pada masa paska mudik semasa mahasiswa di Bandung.

Di kontrakan kami terdapat seekor kucing yang menurut hasil jajak pendapat seluruh warga tidak layak huni. Jangankan ikut iuran bayar kontrakan tiap tahunnya, iuran bulanan pun tak pernah bayar tapi sering bikin repot dan susah warga. Sedangkan untuk membunuhnya, tidak ada satu pun warga yang berani. Akhirnya kami memutuskan untuk membuangnya saja.

Secara bergiliran kami jalankan usaha-usaha intensif dengan mempertimbangkan berbagai macam saran tentang metodologi pembuangan kucing. Mana yang katanya matanya harus ditutup waktu dijalan, harus dimasukkan karung, harus dibuang di tengah pasar, harus melewati sungai dsb tapi hasilnya kucing tersebut selalu kembali ke rumah kontrakan kami.

Untuk mencegah masalah berlarut-larut, Sudut Pasar Baru Bandung maka jauh hari sebelum memasuki bulan puasa kami pun meeting tentang kucing. Hasil meeting adalah menjalankan semua saran yang diatas, hanya saja lokasi pembuangannya di Pasar Baru Bandung yang jaraknya kami perkirakan diluar jangkauan kucing untuk jalan kaki kembali disamping melalui beberapa pasar dan sungai sekaligus. Selain itu, menurut pendapat kami sebagai pasar yang besar dan ramai merupakan habitat yang ideal bagi kucing karena disana akan banyak makanan kesukaaannya dan teman-temannya sehingga si kucing tak akan pernah tertarik untuk kembali kesini lagi.

Hari-hari tanpa kucing pun berlalu dan diantara kami sudah tidak ada yang ingat sama sekali. Pada hari Minggu pagi setelah semua warga kembali dari mudik lebaran, tiba-tiba terdengar teriakan histeris Bibi - begitu kami biasa memanggil seorang Ibu yang biasa memasakkan buat kami, dari arah dapur: "Den!... Den!...". Kontan saja kami berhamburan ke arah dapur. Sesampai di dapur, Bibi hanya menunjuk-nunjuk ke arah pintu masuk dapur tanpa berkata-kata. Persis ditengah-tengah pintu yang ditunjuk, dibawah sinar matahari si kucing tiduran dengan amat santainya sambil buntutnya goyang-goyang dikit, dan matanya melihat kami dengan cueknya seolah mengejek habis. Saking kagetnya, kami semua terbengong-bengong bak melihat keajaiban dunia. Sampai akhirnya seorang diantara kami secara spontan setengah berteriak bilang: "Edan!". Barulah kami tersadar dan terbahak-bahak mentertawakan diri sendiri karena merasa begitu dilecehkannya oleh seekor kucing. Seorang teman berceloteh: "Gimana jadinya republik ini kalo segini banyak calon insinyurnya kalah telak oleh seekor kucing yang tak pernah sekolah?!"

Kami akhirnya menyadari keterbatasan pengetahuan kami tentang kucing. Namun sejak itu kami menghentikan usaha-usaha intensif pembuangan kucing. Bukannya putus asa tapi dikarenakan kami berpendapat si kucing sendirilah yang paling berhak menentukan habitatnya yang tak lain adalah tempat dimana ia mencari makan yang paling cocok buat dirinya.

Ada sebagian orang yang berpandangan hujan emas di tanah orang, hujan batu di tanah sendiri, masih memilih tanah sendiri. Namun bagi sebagian orang yang lain, habitat bukanlah masalah memilih emas atau batu, melainkan tempat mencari makan. Kalo mencari makan saja susah, bagaimana kita mau memilih apakah mau koleksi emas atau batu-batuan? Apalagi bagi seekor kucing yang taunya makan, cepat atau lambat dia akan kembali ke habitatnya.

Hari ini pembantu rumah tangga kami kembali dari mudik. Begitu juga temen-teman kantor dari berbagai bagian, setidaknya semua temen-temen ngobrol sehari-hari, sudah mulai masuk kantor per hari ini.