Tuesday, November 07, 2006

Kembali Ramai

Bagi sebagian orang, bercerita tentang perjalanan mudik asyiknya rame-rame. Perjalanan mudik rame-rame saja sudah mengasyikkan apalagi menceritakannya rame-rame. Setiap orang berhasrat menceritakan kisah perjalanan mudiknya, apalagi bagi yang menggunakan kendaraan pribadi. Lumayan unik bagi yang belum pernah mengalaminya. Mana yang naik motor bebek sekeluarga sampai Jawa Timur, melayani antar jemput khusus pembantu sampai kampungnya di Jawa Tengah, atau kisah tentang mobilnya yang ditawar untuk dibeli tunai ditengah perjalanannya di sebuah warung di Sumatera.

Begitu juga saat ngobrol bersama teman-teman dari kalangan teknisi lapangan, satpam, tukang parkir atau pedagang indomie dan somay. Banyak ragam kisah yang tak pernah terbayangkan. Bedanya jika ngobrol bersama teman-teman dari komunitas obrolan ini adalah ujung-ujungnya lagi-lagi Mbah Maridjan. Kalo sudah begini, rasanya sama saja sebelum dan sesudah lebaran: Automatic Updates -- kira-kira begitulah padanannya di dunia software.

Meskipun tidak senantiasa berusaha secara khusus mengikuti berita tentang Gunung Merapi, Plang nama mbah Maridjannama Mas Penewu Surakso Hargo (79 tahun) a.k.a mbah Maridjan seorang abdi dalem kraton dengan jabatan Juru Kunci Hargo Merapi sejak 1982 dari desa Kinahrejo - Ngayogyakarta tak asing lagi bagi saya. Barangkali karena teman-teman taunya saya kelahiran Yogyakarta maka mereka selalu antusias update info, bahkan ada yang update via SMS segala. Iklan jamu yang dibintanginya di TV: Pokoke Rosa! (Pokoknya Perkasa!) menyiratkan citra keperkasaannya dalam artian luas.

Citra keperkasaannya diawali dari berbagai tekanan dan intrik dari berbagai pihak yang memojokkannya di berbagai media massa cetak dan elektronik karena konsistensinya untuk tetap mbalelo terhadap perintah resmi pemerintah RI pertengahan Mei yang lalu. Gubernur DIY Sri Sultan HB X juga memerintahkan untuk tunduk pada pemerintah, "Saya saja tunduk terhadap pemerintah pusat. Mbah Marijan juga mestinya tunduk pada pemerintah daerah yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat". Pemerintah pusat juga berusaha dengan segala upaya agar semua warganya tunduk sama perintahnya untuk mengungsi. Sampai-sampai untuk menunjukkan keseriusan perintahnya untuk mengungsi, Presiden SBY beserta Kapolri, beberapa Menteri dan rombongan menginap di posko (16/5) di salah satu lokasi pengungsian. Ada juga temen-temen yang heran mengapa waktu itu pemerintah tak mencoba memusyawarahkan antara pendapat para pakar-pakar kepercayaan pihak pemerintah dengan kepercayaan mbah Maridjan. Namun yang terkesan adalah pemerintah hanya mau memaksakan pendapatnya sendiri tanpa pernah mau mencoba memahami pendapat yang berbeda, apalagi yang bertentangan.

Jika hanya mengandalkan logika semata memang tidaklah masuk akal bagi orang kebanyakan. Mbah Mardijan tidak punya titel kesarjanaan, koneksi pejabat tinggi, backing konglomerat, pengacara, pasukan, ataupun pelobi atau negosiator. Kalaupun kaitan ormas sekedar tercatat sebagai Ketua Syuriah Majelis Wakil Cabang NU Cangkringan, Sleman. Tapi terbukti sampai kini tak ada satu pun kekuatan pemerintah yang bisa melakukan pengusiran atau penggusuran terhadapnya seperti yang kerap terjadi di Ibukota bagi mereka yang dipandang tidak mau tunduk terhadap perintah pemerintah. Sepertinya semua teman-teman penggemar perbincangan tentang mbah Maridjan tak ada yang menyangsikan masalah keperkasaannya ini.

Diluar citra keperkasaan, ada sebagian teman-teman yang mempercayai mbah Maridjan memiliki ilmu yang sudah melampaui sains dan teknologi modern. Sebagian teman-teman yang lain kurang begitu mempercayainya dengan alasan kebetulan saja waktu itu ada beberapa bugs yang belum di-patched atau di-fixed-kan di peralatan-peralatan yang dipakai untuk meramal meletusnya Gunung Merapi karena tidak ada dana untuk upgrade peralatan-peralatan tersebut. Ada juga kemungkinan pakar-pakarnya belum di-training atau sudah lupa penggunaan peralatan-peralatan tersebut karena sehari-harinya sibuk ngobyek cari tambahan. Andai benar Mbah Maridjan punya ilmu pengetahuan yang melebihi sains dan teknologi, toh buktinya tidak pernah terdengar berita atau cerita mbah Maridjan meramal akan terjadi bencana gempa bumi Yogya. Temen-temen yang percaya hasil bukti kebenaran ilmu mbah Maridjan bukan sekedar kebetulan belaka, berpendapat bahwa gempa bumi Jogja asalnya bukan dari Gunung Merapi berarti hal itu sudah diluar job description-nya sebagai Juru Kunci Hargo Gunung Merapi. Dengan alasan profesionalisme ini jugalah, teman-teman berdalih menolak tantangan uji kaji ilmu & teknologi ala mbah Maridjan untuk menyelesaikan bencana lumpur Lapindo di Porong - Jawa Timur.

Pro-kontra diluar masalah keperkasaan inilah yang suka meramaikan obrolan tentang mbah Maridjan. Barangkali pro-kontra semacam ini juga yang memecah belah penduduk lereng Gunung Merapi. Ada yang mau mentaati perintah pemerintah untuk mengungsi ataukah mempercayai pendapat Mbah Maridjan, seperti yang pernah disampaikannya sewaktu dialog dengan Gus Dur di TV "Lha wong mboten wonten punopo-punopo kok ngungsi?!" (Lha tidak akan terjadi apa-apa kok mengungsi?). Wuih!... manstap.

Sewaktu mudik secara iseng-iseng saya sempat menanyakan ke orang tua tentang hubungan mbah Maridjan dengan bencana gempa bumi Yogya. Dengan nada datar dan biasa saja, diceritakan bahwa sebenarnya sehari sebelum terjadi gempa bumi Mbah Maridjan sudah pergi ke kraton hendak melapor tapi tak ketemu. Mungkin hari itu Sri Sultan sedang tidak berada di kraton. Memang saat hari kejadian gempa bumi Sabtu pagi, baik Sri Sultan maupun permaisurinya GKR Ratu Hemas sedang berada diluar kota yang berbeda. Cerita tersebut diakhiri dengan komentar Mbah Maridjan, "Lha kulo sampun bade matur kok mboten ditampi. Nggih empun". (Saya sudah berusaha melapor tapi kok tidak diterima. Ya udah).

Cerita atau rumor ini belum pernah saya dengar dari teman-teman. Namun saya tak begitu yakin, bila saya ceritakan apakah obrolan bisa tambah ramai atau sebaliknya. Rasanya bosen juga kalo nongkrong di warung tanpa dengar ramainya obrolan mereka, apalagi cuman diem-dieman doang sambil iseng-iseng baca koran merah atau mengisi TTS. Pokoke Rame!

0 comments:

Post a Comment