Friday, November 03, 2006

Kembali ke Asal

Jalanan yang biasa saya lalui masih terlihat lengang daripada biasanya. Di rumah, pembantu pun belum kembali dari mudik. Mencari makan pun tidak semudah biasanya meskipun kita membawa uang lebih dari biasanya. Sempat merasa bersalah gara-gara kurang matang dalam merencanakanan mudik sehingga beginilah akibatnya jikalau terlalu dini kembali dari mudik. Namun setelah dipikir-pikir, apapun kondisi obyektif saat ini pastilah ada manfaatnya. Ada atau tidak adanya manfaat tidaklah begitu penting dipermasalahkan, namun masalahnya adalah bagaimana cara memanfaatkannya (usability), untuk apa manfaat tersebut (usage), atau manfaat tersebut bisa dirasakan oleh siapa (user). So what gitu lhoh?

Barangkali sudah naluri manusia pada umumnya memiliki keinginan kembali ke asal muasalnya. setiap hari setelah bekerja, karyawan kembali ke tempat tinggalnya. Bagi yang bekerja diluar kota, satu, dua atau beberapa minggu sekali punya ritual tersendiri untuk kembali ke keluarganya. Bagi yang tidak memiliki tempat tinggal sendiri di kota dimana ia bekerja seperti misalnya pembantu rumah tangga, setiap idul fitri punya tradisi mudik lebaran ke kampung halamannya. Keinginan untuk kembali ke asal muasal tidak harus memiliki persyaratan status telah bekerja. Reuni alumni sekolahan ataupun alumni kos-kosan juga mencerminkan keingingan untuk kembali ke suasana asal muasal. Demikian halnya makan di warung atau restoran dengan menu utama yang berasal dari daerah kita pernah berasal juga bisa dipandang sebagai ikhtiar alternatip memenuhi keinginan kembali ke daerah asal.

Disamping untuk memenuhi keinginan sendiri, kembali ke asal juga merupakan kesenangan tersendiri bagi orang yang berada di tempat asal. Karena sudah dapat konfirmasi bahwa semua anak-anaknya bakalan mudik tahun ini, Ibunda saya ternyata sudah pesan layanan foto di sebuah studio pada hari lebaran. Saya heran, hari raya begini apa ada toko buka. Lebih heran lagi setelah tahu di studio foto tersebut ternyata banyak juga yang sudah pesan layanan seperti Ibunda saya. Saat itu kebanyakan pemesan adalah dari kalangan eyang-eyang. Malam sebelum adik-adik pergi ke kota mertuanya masing-masing, kebersamaan ini kami rayakan dengan makan malam di sebuah restoran di tengah pedesaan di Jl. Kaliurang km 14 Sleman. Selain Sleman, saya juga berkesempatan 'jlajah deso milang kori' (jalan-jalan keliling desa) ke semua kabupaten di DIY. Di kabupaten Kulon Progo, dari Wates, Sentolo, Godean sampai desa Kemusuk yang merupakan kampung halamannya Pak Harto (mantan Presiden RI), Ibu saya tak habis-habisnya cerita dan menunjukkan secara rinci tempat-tempat yang kami lalui. Mungkin serasa mendengar dongeng saja, anak-anak pada ketiduran sepanjang perjalanan. Di kabupaten Bantul, kami sempat mampir ke pantai Pandan Simo. Nama pantai ini diambil dari banyaknya pohon pandan di sepanjang pantai. Sedangkan Simo adalah nama salah satu spesies harimau. Di lokasi pantai ini diyakini sebagai tempat turunnya wangsit kenaikan tahta Sri Sultan Hamengku Buwono VII pada Sabtu Paing, 22 Desember 1877. Oleh karena itulah, sampai kini para keturunan trah Sri Sultan Hamengkubuwono VII banyak menggunakan simbol dan corak yang menggambarkan daun pandan dan harimau dalam berbagai kesempatan. Pusat kota Bantul tidak bisa kami lalui karena jalur utama ditutup untuk acara HARDIKNAS (Hari Mudik Nasional) warga.

Selain di kabupaten Bantul, HARDIKNAS juga dirayakan warga kabupaten Gunung Kidul di Pantai Baron yang dimeriahkan oleh panggung pertunjukan yang menampilkan artis-artis lokal dan nasional aseli Gunung Kidul. Saking banyaknya pengunjung, kami pun sempat kesulitan mencari parkiran laksana di Jakarta saja. Melalui pengeras suara terdengar berulang-kali panitia memohon maaf kepada para pengunjung apabila masih ada kekurangan dalam pelayanannya tahun ini serta berharap semoga bisa melayani lebih baik lagi di tahun-tahun mendatang. Masya Allah... padahal di tenda-tenda panitia kelihatannya panitia sudah turun secara full team siap dengan tim medis, tim SAR, dll komplit dari berbagai instansi di Gunung Kidul. Para anggota POLRI pun terlihat ramah-tamah dalam mentertibkan kendaraan dan keramaian pengunjung. Itulah ekspresi kesenangan bagi orang-orang yang berada di tempat asal buat menyambut para handaitaulannya yang sedang kembali ke asalnya. Anyway, no better words than terimakasih Gunung Kidul....
Pantai Baron di Gunung Kidul saat Lebaran 2006Setelah mampir di pantai Kukup dan Krakal kami berencana makan bakso di kota Wonosari yang merupakan ibukota Gunung Kidul. Tentu saja kami tidak perlu khawatir salah pilih warung, bahkan kami yakin dimanapun makan bakso di Wonosari pastilah enak. Untunglah ada lumayan banyak warung bakso yang buka sehingga di setiap warungnya tidak harus antri karena mungkin pembelinya sudah otomatis terdistribusi. Saya sempat terkesan sendiri sewaktu di sebuah warung bakso ada seorang Ibu bersama anak ceweknya (mungkin warga DKI Jaya) menyempatkan mampir ke warung sekedar bersalaman dengan penjual baksonya yang masih relatip muda dan mengucapkan "Sugeng Riyadi, Rebat Cekap" (Selamat Berlebaran, maaf keburu-buru). Kemudian disusul anaknya ikutan salaman dan (mungkin karena tak bisa bahasa Jawa) cuman nyengir doang kemudian langsung pergi lagi. Meskipun suasananya kelihatannya betul-betul datar dan biasa saja, tapi tetap terasa laen emang kalo yang mampir itu datang dari nun jauh disana. Di jalan kami melihat spanduk reuni SMA Wonosari. Isteri saya nyeletuk, "Kayaknya asyik tuh ikutan reuninya". Saya heran, "Ngapain?". Jawabnya, "Ya... buat cari info siapa juragan bakso paling top di Ibukota".

Apapaun latar belakang dan motivasinya, bagi banyak orang kembali ke asal merupakan hal yang membahagiakan. Namun tentu saja hal yang membahagiakan tersebut tidak bisa non-stop 24-h/7-d sepanjang tahun (istilah perteleponan: 99.999%). Habis terang terjadilah gelap, habis libur haruslah kembali ke kewajiban rutinitas sesuai tuntutan profesinya. Maksudnya, para pekerja kembali bekerja, para pelajar/mahasiswa kembali bersekolah/kuliah, para petugas kembali bertugas, para aktivis kembali beraktivitas.

Setelah mudik atau berlibur ke dunia nyata, tak ada salahnya kembali beraktivitas di dunia maya. Apalagi saat ini netter Indonesia sudah mulai kembali dipercaya oleh pelaku masyarakat internasional. Saya termasuk orang yang mempercayai bahwa dunia maya bisa mengandung potensi manfaat yang tak kalah dari dunia nyata sekeliling kita. Saya rasa tidaklah terlalu berlebihan jika saya punya angan-angan di dunia maya akan menjumpai kawan dan lawan yang memiliki kemampuan berkomunikasi lebih lugas dan jelas, berwawasan lebih luas dan berkualitas, serta berpikiran lebih cerdas dan lebih waras daripada saya. So syukur-syukur saya bisa ketularan dikit gitu lhoh?

0 comments:

Post a Comment