Friday, October 09, 2009

Berhaji atau Menyumbang

Tadi jumatan saya ga ketiduran terbuai merdunya alunan janji janji syurga sang pengkotbah sehingga bisa mendengarkan end-to-end kotbahnya pak khotib Prof. Dr. H. Fauzan Misra El Muhammad, MA di masjid Istiqlal. Kayaknya sih dipancarsiarkan secara langsung oleh RRI koz saya liat ada mobil siaran RRI diparkir ditempat biasanya siaran. Saya tak mencatat kata per kata yang diucapkan beliau, selain hanya berusaha mengingatnya saja kurleb konten kotbahnya. Ah, agar tak lekas lupa maka saya catatkan disini ya.

Menurut penangkapan saya sih, maksud kotbahnya kurleb tentang pahala bagi orang-orang yang mau nyumbang bagi korban bencana alam Sumatera Barat ataupun saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang membutuhkan sumbangan. Menurut khotib, besarnya pahala sumbangan tersebut bisa-bisa setaraf dengan pahala orang naik haji seperti diilustrasikan sebuah kisah dari pujangga masyhur Iran bernama Fariduddin al Attar di bukunya Tadzkirat al Awliya (kompilasi warisan para aulia) sekitar tahun 1200an (era perang salib).

Tersebutlah pada musim haji seorang ulama besar bernama Syekh Abdullah bin Mubarrak saking saktinya dalam mimpinya bisa mendengar 2 malaikat yang ngobrolin hasil haji tahun itu.

M1: Berapa jumlah jemaah haji tahun ini?
M2: Enam ratus ribu
M1: Berapa banyak yang mabrur?
M2: Tak seorang pun
M1: Wah, target tebar pahala haji ga tercapai dong tahun ini?
M2: Ga juga sih, ada 1 orang yang mengcover semua itu bernama Ali bin waffaq alias Muwaffaq

Syekh Abdullah begitu terbangun langsung nyari-nyari nama tersebut dari daftar haji. Beruntunglah beliau ketemu seorang ketua regu rombongan jamaah haji dari Damaskus (sekarang ibukota Siria) yang menginformasikan ada anggotanya yang bernama seperti itu tapi batal berangkat haji, entah apa alasannya.

Apakah orang itu begitu rajinnya melaksanakan ritual ibadah sampai bisa mabrur tanpa berangkat haji? Ataukah begitu hafalnya ayat-ayat Al Quran beserta segala tafsir dan hadis komplit dengan silsilah para perawinya? Ataukah orang itu telah membangun begitu banyak masjid disana? Saking penasarannya maka Syekh Abdullah pun menyatakan keinginannya berjumpa dengan orang itu.

Segera tersebarlah berita bahwa Syekh Abdullah bin Mubarrak akan mengadakan kunjungan ke Damaskus. Para tokoh pejabat pemuka agama dan petinggi negri pun bersiap-siap menyambutnya. Mereka terkejut mendengar alasan kunjungan Syekh Abdullah semata-mata ingin berjumpa dengan seorang yang sama sekali tak populer. Bahkan laporan intelijen menyatakan dia adalah seorang tukang sepatu. Para pejabat itu pun menerka-nerka apakah kunjungan Syekh Abdullah ini akan memesan sepatu spesial ? Dengan disertai para pejabat pemuka agama dan petinggi negeri, Syekh Abdullah berkunjung ke rumah Muwaffaq.

Yaoloooh... yarobiiii.... ternyata rumahnya tuh biasa banget2 deh, bahkan bisa dibilang dibawah standard rumah penduduk di daerahnya. Pakaiannya pun biasa-biasa saja, tak menampakkan ciri-ciri seorang ahli agama pada jamannya. Bagaimana mungkin orang biasa2 saja dengan rumah n penampilan kek gini kok bisa mengcover pahala haji tahun ini? Maka dengan penuh penasaran Syekh Abdullah mewawancarai Muwaffaq pengalamannya mengapa sampai batal berangkat haji ke Mekah tahun ini.

Muwaffaq pun berkisah, sudah bertahun-tahun ia menabung dari sebagian penghasilannya sebagai tukang sepatu ritel. Menurut perhitungannya, tahun ini tabungannya sudah cukup, baik untuk bekal dirinya ke Mekah pp. maupun bagi keluarga yang ditinggalkan selama perjalanan haji. Maka ia pun sudah mendaftarkan secara resmi untuk berangkat haji ke Mekah tahun ini juga.

Namun saat itu, istrinya yang sedang hamil nyidam makanan yang aroma bau masakannya tercium sampai rumah. Demi istrinya, Muwaffaq pun mencari-cari sumber aroma masakan itu. Dari tetangga ke tetangga, dari gang ke gang, tapi belum menemukan juga. Akhirnya jauh dari rumah penduduk dilihatnya seorang gadis remaja sedang mamasak dengan 3 anak-anak mengelilinginya. Baju mereka kumal dan compang-camping sebagaimana layaknya anak-anak pengemis. Muwaffaq pun memintanya baik-baik agar bisa dibagi semangkok makanan yang sedang dimasak untuk istrinya yang sedang nyidam.

Kata gadis remaja itu:

Wahai tuan, ketahuilah makanan ini haram bagi tuan dan keluarga, namun tidak bagi kami.
Yang saya masak ini adalah daging bangkai onta yang sudah lama mati. Saya dan ketiga adik saya ini sudah tidak makan 3 hari 3 malam. Bila hari ini kami tak makan apapun maka kami bisa mati satu per satu karena kelaparan. Maka kami sepakat berdalih sendiri bahwa daging ini tidak haram bagi kami. Adapun bumbu-bumbu penyedap aroma ini kami campurkan untuk menetralisir bau bangkai yang amat busuk.

Muwaffaq spontan berkata:
Astofiruloooh..... Jangan dimakan makanan haram itu.


Muwaffaq pun menyumbangkan semua ONH (ongkos naik haji) yang telah ditabungnya bertahun-tahun kepada gadis remaja beserta ketiga adiknya itu, sambil berkata:
Ya Tuhan, ampuni aku yang telah mengabaikan duka lara sesama manusia di lingkunganku sendiri. Bagaimana mungkin aku bisa memenuhi panggilanMu nun jauh disana bila aku tak mau mendengar panggilanMu yang nyata-nyata didepanku ini?!..
Maka dengan ini, aku niatkan ongkos hajiku untuk berhaji disini.


*Selamat berhaji, semoga menjadi haji yang mabrur yaa....*

0 comments:

Post a Comment