Friday, May 28, 2010

Kemunafikan

Bagi sobat-sobit umat Budha, saya mengucapkan Selamat Memaknai Waisak 2554 BE. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata (kurleb: Semoga Semua Makhluk Hidup Bahagia).

Jatuhnya hari raya Waisak ditandai dengan terang bulan purnama sidhi. Secara kebetulan hari libur Jumat ini bersamaan dengan jatuhnya posisi matahari tepat di atas ka'bah yang terjadi 2 kali tiap tahun dan biasanya digunakan sebagai patokan untuk nge-tune arah kiblat, yang jatuh pada 28 Mei jam 16:18 WIB tadi. Saat ini belum ada kesatuan pendapat siapa yang membangun ka'bah (rumah tua) , selain keterangan pada kitab suci bahwa Nabi Ibrahim (sekitar 1997-1882 SM) pernah merenovasi ka'bah. Bagaimanapun juga ka'bah diyakini sebagai tonggak penting sejarah peradaban manusia di bumi.

Hari raya Waisak sebagai peringatan trilogi kejadian agung, yaitu Sidharta Buddha Gutama lahir tahun 623 SM, Sidharta mencapai kebangkitan nurani spiritual pada 588 SM, dan wafat pada 543 SM. Nurani spiritualitas Budha memiliki keseimbangan karakter yang saling bersinergi, yakni karakter kejernihan atau bijaksana (prajna) dan karakter kepedulian atau belas kasih (karuna) untuk membentuk manusia yang bermartabat. Karakter arif dan penuh kepedulian terhadap sesama merupakan denyut nadi spiritualitas yang sesungguhnya. Demikianlah beberapa catatan yang saya ambil dari koran Kompas kemarin (Kamis, 27/5'10).

Kurangnya sinergi karakter kearifan yang beradab dan kepedulian terhadap sesama atau perikemanusiaan adalah awal dari tindakan mementingkan diri sendiri dengan cara apapun yang pada titik extrimnya termanifestasi dalam tindakan-tindakan jahat.

Sedangkan menurut khatib pada kotbah Jumat tadi siang, ada beberapa ciri orang-orang munafiq atau munafiquun (hypocrites) namun tak dijelaskan secara rinci apakah kemunafikan termasuk tindakan jahat ataukah bukan kejahatan.

Saat ini kata munafik sudah menjadi istilah umum untuk merujuk pada keinginan pengakuan fisik (sikap, perilaku, perkataan) yang sebenarnya tidak diakuinya dalam hati nuraninya. Karena menyoal hati yang tak kasat mata maka orang munafik tidak eligible divonis secara hukum sebagai penjahat.

Beda dengan penipu yang bisa dituntut secara hukum bila penipu tersebut terbukti telah memalsukan baik identitas ataupun hal-hal fisik lainnya secara empiris. Demikian juga manipulasi yang meskipun tidak terbukti menipu orang lain secara materi ataupun memalsukan sesuatu namun bisa dituntut secara hukum karena ada bukti pelanggaran standard prosedur yang berlaku, misalnya dengan cara penambahan, penghilangan atau pengaburan data-data dari fakta yang sebenarnya. Manipulasi bisa dikategorikan sebagai bagian dari rekayasa dalam bidang ilmu dan teknologi, seperti misalnya pada ilmu manipulasi foto atau manipulasi video. Manipulasi yang banyak dijerat hukum pada umumnya dalam bidang ekonomi dan hukum, misalnya manipulasi pajak dan manipulasi kasus pengadilan.

Ketidakjujuran atau kedustaan lainnya selain kemunafikan, penipuan dan manipulasi adalah kebohongan. Menurut Mark Twain [1835-1910], di dunia ini ada 3 macam kebohongan yaitu bohong biasa, bohong terkutuk dan bohong canggih alias kebohongan dengan statistik. Kebohongan yang bagus dalam artian pas dengan dengan harapan banyak orang mudah diterima sebagai suatu yang nampak sebagai kebenaran meskipun seringnya kebenaran hasil dari kebohongan tersebut sama sekali tidak menguntungkan. Belakangan ini juga dikenal orang sebagai bohong jenis lain diluar 3 jenis bohong ala Mark Twain tersebut. Orang menyebutnya sebagai bohong abis atau bokis.

Sebagai contoh, paska wafatnya Ibu Hasri Ainun Habibie, beredar lewat forward-forwardan imil semacam surat cinta berisi puisi yang terkesankan Pak BJ. Habibie yang menuliskannya. Entah saya sendiri sudah dapat forwardan yang ke berapa kemaren dengan judul TRUE LOVE dengan diakhiri... selamat jalan calon bidadari surgaku.. BJ. HABIBI.
Wow!... Saya sungguh kaget membaca nama ini. Setelah cek nama dan imil di To: semuanya saya kenal, saya pun langsung Reply all:
"Ada yang berani taruhan kalo surat ini asli dari Pak Habibi? Aku pegang surat ini bokis abis!".

Sampai saya mematikan kompi untuk pulang kantor tak ada yang menanggapi taruhan. Bahkan thread imil-imilan komentar sebelumnya pun tak berlanjut lagi setelah saya Reply all tersebut. Sebenarnya saya juga ga tahu kalo puisi tersebut palsu atau asli karya Pak Habibi. Saya hanya pakai logika awam saja, masak sih Pak Habibi kok bisa lebai abis gitu?
Malamnya di rumah, istri cerita baca berita dari internet bahwa puisi tersebut fake alias hoax doang berdasarkan bantahan dari juru bicara keluarga, Ahmad Watik Pratiknya. Mendengar ceritanya saya hanya geleng-geleng kepala.

Sebelumnya sempat beredar info bahwa Bu Ainun telah wafat sehingga banyak pihak telah mengirimkan bunga duka cita ke rumah duka di kawasan Patra Kuningan. Entah dari mana sumber infonya karena hari itu kebetulan saya sedang tak dengar radio atau nonton tv ataupun baca situs berita. Namun belum lama saya dapat info, mendapat konfirmasi dari hasil pengecekan langsung ke Munich, Bu Ainun belum wafat saat itu meskipun kondisinya sudah amat kritis. Saya pikir, dahsyat betul orang-orang Indonesia ini, kok ya ada orang yang tak hanya tanpa malu-malu bertentangan dengan norma-norma umum kepatutan, ketelitian, dan keakuratan namun juga tega-teganya menebar kebohongan publik dengan memanfaatkan duka cita orang lain.

Ketidakjujuran selain kemunafikan bisa dinyatakan secara empiris. Orang yang menipu, memanipulasi ataupun berbohong bisa dinyatakan atau ditunjukkan kesalahannya atau kejahatannya. Sedangkan menurut common sense, hasil perbuatan orang munafik tak bisa diklasifikasikan sebagai kesalahan ataupun kejahatan sehingga tak ada orang yang dihukum baik secara perdata maupun pidana atas dasar kemunafikan. Jadi secara hukum, kemunafikan merupakan kesalahan ataupun kejahatan kecil yang dapat diabaikan dibandingkan kesalahan ataupun kejahatan lain-lainnya.

Bagaimanapun juga dampak dari kemunafikan amat mudah dirasakan, namun paling banter juga orang munafik tersebut mendapat celaan atau cemooh saja, tidak sampai dituntut ke meja hijau atas dasar kemunafikannya.

Ada banyak tingkatan orang munafik. Dari orang-orang yang masih merasa berdosa bila melakukan munafik sedikit saja sampai orang-orang yang sudah merasakan sebagai kebiasaan hidupnya karena saking terbiasanya munafik semenjak dahulu kala, bahkan kalau ga munafik rasanya menjadi 'wagu' (janggal / aneh). Dari semua itu pada umumnya yang sering dijumpai di media massa ada 3 jenis munafik.

1. Munafik Malu-Malu


Orang munafik malu-malu sebenarnya tidak malu betulan karena sebenarnya ia sendiri juga mengetahui dalam hatinya bahwa dirinya sedang melakukan kemunafikan. Ia tidak akan menipu ataupun berbohong untuk khianat, namun ia akan sengaja menyembunyikan atau menutup-nutupi yang seharusnya tak perlu disembunyikan atau ditutupinya bila ia memang tidak berniat khianat atau bahkan berniat dan berhasrat memprioritaskan kebaikan dan manfaat bersama. Karena ia sebenarnya mengetahui dan menyadari bahwa dirinya melakukan kemunafikan, maka biasanya ia juga akan ringan dan mudah saja meralat pernyataan-pernyataannya ataupun mengucapkan maaf meskipun tanpa rasa penyesalan sedikitpun.

Saat konggres ke 2 Partai Demokrat, senin (17/5-10) sekitar jam 2 siang, setelah sesi konferensi pers, Radityo Gambiro dari tim sukses kubu kandidat ketua umum PD Andi Mallarangeng (AM) menerima telpon lewat HP dari Marzuki Alie (MA), kandidat lain. Kala Marzuki emosi, Radityo tak mengerti betul maksudnya. "Saya tidak tahu apa yang diberitakan (wartawan), kalaupun komentar saya salah, ya nanti saya cabut..", ungkapnya. Setelah selesai, ia bilang ke para wartawan kalau Marzuki barusan menelponnya dengan nada marah. "Dia protes mengapa kok disebut-sebut main money politics?".

Kata Radityo, "Marzuki tentu tak pantas marah-marah. Karena tak hanya dia kandidat ketua umum PD. Bila tak merasa, ya rileks saja". Panangian Simanungkalit, koordinator infokom Tim Pemenangan AM menambahkan,
""Harusnya tak perlu dia kebakaran jenggot begitu... Kandidat yang lain toh adem-adem saja."

"Tapi soal minta maaf, sebagai umat muslim saya minta maaf jika ada kesalahan," kata Radityo. Namun Radityo mengaku tidak pernah bermaksud untuk memfitnah siapapun juga.

Yang jelas, Radityo memang tak menyasar tudingan itu buat seseorang. Dia hanya menyampaikan informasi yang diraihnya yaitu telah mendengar dari DPC soal dugaan politik uang. Namun, hal itu belum bisa dibuktikan.
Jauh-jauh hari, SBY sudah mewanti-wanti agar tak money politics, "Jika itu terjadi terus menerus, mau jadi apa bangsa ini kedepan," kata SBY seperti ditirukan Nachrowi Ramli, ketua tim sukses AM.

Setelah diingat-ingat, memang ada wartawan yang pernah bertanya:
"Kenapa AM tidak lakukan hal yang sama (money politics-red)?

Jawabnya:
"Karena kita mengikuti arahan SBY, untuk apa kita melakukannya juga."

Wah, saya betul-betul ga bisa menahan ketawa ngakak spontan begitu selesai baca berita ini. Berdasarkan info ini tentunya media berpotensi pasang judul:
"KUBU AM TIDAK MAU IKUT-IKUTAN MONEY POLITICS".

Hohoho... yang tak pernah menjadi simpartisan PD pun tahu siapa yang paling berpotensial main politik uang diantara ke-3 kandidat. Dari kejadian ini, sudah amat mudah diduga dukungan bagi kubu AM yang awal-awalnya dijagokan oleh banyak orang dan media massa akan amblas babarblas.

Diluar isyu sukuisme, wong Jowo ato non-Jawa, bagi yang punya sedikit saja cita rasa nJawani tentunya mudah menerawang bahwa analisa para pakar dan analis politik di berbagai media massa belakangan ini yang seolah-olah menjagokan AM sebagai calon terkuat akan luput habis. Apalagi bagi ibu-ibu ataupun eyang-eyang sepuh yang sense of nJawani-nya masih begitu kental tentunya akan risih dengan sikap-sikap yang terkesan agresif, reaktif apalagi provokatif.

Tanpa dukungan ibu-ibu dan para sesepuh, kecil sekali probabilitasnya pendukung kubu AM akan hijrah ke kubu MA yang sama-sama terkesan berpotensi kuat sebagai juara sejak awal kompetisi, melainkan ke kubu cah Jowo yang berpotensi sopan santun, baik hati dan tidak sombong yaitu Anas Urbaningrum (AU) -- yang akhirnya terbukti menang dengan 280 suara (53%) mengalahkan MA 248 suara (43%). Sedangkan kubu AM sudah gulung lapak duluan karena tersisih di babak penyisihan.

2. Full Munafik Frontal

Orang-orang full munafik frontal lebih banyak membuat sensasi dan publisitas yang diistilahkan dengan "buzz" secara terang-terangan dengan sengaja menentang norma-norma umum kemunafikan. Semakin frontal seseorang dalam menciptakan buzz berdasarkan kemunafikan maka ia merasa lebih perkasa dan hebat daripada orang-orang yang munafik setengah-setengah apalagi orang-orang yang takut munafik. Orang-orang yang takut atas keperkasaan atau kehebatannya sering menyebutnya sebagai "orang kuat".

Secara common sense dalam dunia olahraga dimanapun, terutama cabang olahraga prestasi, senantiasa menjunjung tinggi norma-norma umum yang mengedepankan kultur perilaku ksatria, karakter sportivitas dan fair play. Namun pada kenyataannya Drs. H. AM Nurdin Halid yang telah menjadi ketua umum PSSI terpilih periode 2003-2007, dan jelas-jelas divonis Mahkamah Agung bersalah dalam kasus korupsi penyaluran minyak goreng Bulog pada 14 September 2007, masih menjabat sebagai ketua umum untuk kepengurusan PSSI 2007-2011 hingga saat ini, apapun kata dunia apalagi kata klian-klian inih.

Sudah sejak 2004 Nurdin Halid akrab dengan kasus-kasus hukum dan ditahan sudah sejak 16 Juni 2007. Bukan hanya menentang norma-norma umum kepatutan masyarakat Indonesia, berdasarkan peraturan FIFA pun Nurdin Halid seharusnya sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PSSI sejak dirinya divonis bersalah ituh. Gak sembarangan orang bisa kek gini nih.

3. Munafik Anti Kemunafikan

Ada orang-orang yang terbiasa berbicara lantang anti kemunafikan dengan fasihnya, namun sebenarnya anti kemunafikannya tersebut dalam rangka untuk menafikan kemunafikan-kemunafikan dirinya dan menaifkan tentangan hati nuraninya sendiri. Orang munafik model ini terbiasa among (asal ngomong) menggugat akhlak, moral dan etika lawan-lawannya secara asplak (asal njeplak), asbun (asal bunyi), askom (asal komentar), astam (asal hantam). Prioritas tertingginya adalah menang, tak peduli hati nuraninya meyakini lawannya lebih benar atau lebih mulia dari dirinya sendiri.

Ada kalanya orang tersebut teringat hati nuraninya bahwa menjadi orang munafik (hipokrit) itu suatu perilaku tercela, sehingga pengakuan cetusan hati nuraninya tersebut bisa menjadi bahan berita atau memancing polemik banyak pihak.

Berikut petikan wawancara seorang pengacara sukses (baca: tajir banget), Mr. Hotman Paris Hutapea, di koran The New York Times terbitan Sabtu 24 April 2010 dalam rubrik "The Saturday Profile" berjudul, A Top Indonesia Lawyer May Be Honest to a Fault, halaman A5:

“If I say I’m a clean lawyer, I’ll be a hypocrite, that’s all I can say,” he said. “And if other lawyers say they are clean, they will go to jail, they’ll go to hell.”

Pada saat krisis moneter akhir era ORBA dia belum buka praktek sebagai pengacara, dia masih ikut berdemonstrasi di jalanan di baris paling depan untuk meneriakkan secara lantang slogan-slogan anti korupsi, ketidakadilan, kesewenang-wenangan. Dengan pernyataannya tersebut berarti menurut pengalamannya selama 10 tahun lebih sejak ia buka praktek paska era ORBA, para penegak hukum yang logika awamnya turut serta menegakkan hukum seadil-adilnya bagi seluruh rakyat Indonesia telah melakukan praktek-praktek yang sebaliknya.

Hotman Paris diminta tanggapannya terhadap profil rivalnya Todung Mulya Lubis yang diwawancarai seminggu sebelumnya.
Mr. Hutapea accused his rival of hypocrisy. “You cannot be an activist while handling all these big conglomerates,” he said, leaping up and adding: “One of his legs is in hell and the other one is in heaven.”

Menurut falsafah sinergi karakter kearifan atau keberadaban (prajna) dan belas kasih terhadap sesama atau perikemanusiaan (karuna) pada awal artikel ini, kita tak perlu menguras energi ikut-ikutan mencaci-maki, dendam atau menebar kebencian terhadap orang-orang yang kita tuduh munafik apalagi ikut-ikutan berkiblat mengarah menjadi orang munafik meskipun nampaknya kehidupan mereka bersinar terang benderang bak matahari.

Arah kiblat bukan arah terbitnya matahari atau terbenamnya bulan ataupun posisi planet-planet dan bintang-bintang di angkasa raya, namun ke sebuah tonggak sejarah peradaban manusia di bumi agar manusia senantiasa ingat sejarah panjang bagaimana menjadi manusia yang lebih beradab dan berperikemanusiaan menuju kehidupan yang lebih benar, baik dan bagus.

Memang amat mudah berbicara, apalagi membicarakan keburukan-keburukan orang lain dan banyak orang pun bisa membicarakannya sesuai omongan kita. Namun saat kita pada posisi mereka belum tentu kita bisa menjalaninya sesuai omongan kita, dan meski dengan penuh semangat serta kerja keras pun kita belum tentu bisa menjadi pada posisi mereka, apalagi dengan ngomong doang.

Justru dari mereka lah kita bisa bercermin sebagai pembelajaran diri agar kita tak kehilangan karakter jati diri kita sendiri. Ngomong-ngomong soal karakter, jadi ingat quote yang amat populer ini,
If wealth is lost, nothing is lost. If health is lost, something is lost. But, if character is lost, everything is lost.

5 comments:

  1. ya sudah deh.. diem aja.
    diam adalah emas..

    ReplyDelete
  2. Wah.., berat nih kalau udah sampai ke politik segala. :D

    ReplyDelete
  3. Maaf ya baru mampir, karena baru sembuh dari sakit mata.

    ReplyDelete
  4. Telaah yang sangat bagus Sobat, thanks untuk menambah wawasan.

    ReplyDelete
  5. Sense yang luar biasa!!
    Jika lihat tanggal tulisannya, darimana anda bisa cepat sekali mendengar soal ibu sepuh, eyang-eyang dll tsb? Salut aku. Baru ketemu blog seperti ini. Menyadarkan banyak hal bagi yang memahaminya tapi tak pernah terasa menggurui sedikitpun. Salut

    ReplyDelete