Sunday, May 17, 2009

Aksi-Aksi Papan Atas - Papan Bawah

Papan Atas atau Papan Bawah Catur?Sudah sejak jumat lalu tumben-tumbennya saia ngubek2 koran sampe ke daleman. Penasaran hasil pertarungan poros-porosan selama ini. Seperti misalnya bagaimana realisasi gembar-gembor ultimatum dari para petinggi PKS untuk keluar dari koalisinya bersama Partai Demokrat (PD).

Gaya-gaya ultimatum kek gini memang bukan kali ini aja digunakan PKS. Saat pencalonan walikota Bandung tahun lalu, di berita online ramai diberitakan PKS mengultimatum poros tengah untuk segera menentukan sikap calon wakil pendamping jagoannya Taufikurahman. Sebulanan lalu diberitakan PKS mengancam bila SBY sampai memilih JK kembali sebagai cawapres. Dari berbagai pemberitaan selama ini, citra dan tradisi penyelesaian masalah melalui ancam mengancam maupun demo di jalanan di perkotaan lebih melekat di PKS dibandingkan partai-partai lainnya. Mayoritas basis masanya pun ditengarai lebih banyak di perkotaan terutama di kalangan karyawan perkantoran dan komplex-komplex baru dibandingkan di pelosok pedesaan dan daerah-daerah terpencil.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai salah satu partai yang dipandang Non Status Quo atau Neo Parties mengikuti Pemilu pertama pada tahun 1999 sebagai Partai Keadilan dengan nomor urut 24, no. 16 pada 2004, dan no. 8 pada 2009 ini. Semua kelipatan 8 dan semakin naik urutannya seperti deret aritmatika 3,2,1,...

Saat ini PKS memperoleh hampir 8 persen (7,88%). Ada angka 7-nya disamping 8.
Dari dapat 1x7 kursi di DPR RI pada 1999 menjadi 7 persen atau 45 kursi. Berdasarkan perhitungan KPU tahun ini PKS memperoleh 59 kursi atau meningkat 2x7 kursi atau secara persentase naik 2% dari total 560 kursi.

Dengan statistik peningkatan seperti ini, media massa yang pembacanya mayoritas di perkotaan dengan mudahnya menyebarkan wacana Hidayat Nur Wahid (HNW, bukan HW) sebagai cawapres kuat. Namun masih ada juga yang meragukannya. Seperti misalnya paska koalisi PD-PKS diberitakan HNW membantah atas banyaknya SMS dari orang-orang PD yang rikues konfirmasi darinya. Misalnya berita HNW membantah keras PKS pernah terkait atau pernah menggunakan metodologi kaderisasi ala Wahabi/Ikhwanul Muslimin. Selain misalnya itu, tak diberitakan bantahan darinya dari isyu-isyu lain yang selama ini berkembang luas di masyarakat seperti nama aslinya Bambang Mulyatno, kaitannya dengan ex tokoh PKI Brebes, etc. Paling-paling diberitakan Cawapres dari PKS menimbulkan banyak keraguan. Begitulah, media cetak memiliki etika profesional tersendiri yang jauh lebih ketat daripada media internet yang amat mudahnya menyebarkan informasi bebas.

Media cetak tersebut juga tak menjelaskan bantahan HNW terhadap infiltrasi hidden PKS di buku Ilusi Negara Islam (INI) yang berisi telaah hasil survey dan riset selama lebih dari 2 tahun. Buku seri cetak ini sendiri baru diloncing secara resmi tadi malam (16/5) di hotel Gran Melia, Jakarta, dengan dihadiri beberapa tokoh nasional. Namun versi digitalnya sudah lama beredar via media internet.

Saia tak mengenal HNW secara pribadi sehingga tak ada alesan logis untuk membelanya mati-matian apalagi membencinya. Bagaimanapun dari beberapa kali kotbahnya yang saia dengarkan secara takzim dari awal sampai akhir, saia akui beliau adalah salah satu tokoh tingkat tinggi di republik ini. Saking tingginya saia bener-bener ndak mudeng babarblas mana topiknya, apa message-nya apalagi kesimpulannya. Tau-tau... sampai amin.. amin... aja. Betul-betul bahasa tingkat tinggi. Ketua MPR RI getu loh. ck ck ck...

Eniwe, banyaknya rikues konfirmasi via SMS itu tak lantas menyurutkan peluangnya menduduki posisi cawapresnyai SBY. Seperti misalnya di ajang komunitas facebook ada SOBAT (Soesilo & Hidayat) yang beranggotakan 19 ribuan lebih. Suatu jumlah fans yang lumayan banyak dibandingkan jumlah fans "Say *NO!* to Megawati" yang lumayan menghebohkan pra Pemilu dulu itu.

Padahal sebelumnya PDIP pernah diterawang oleh banyak pihak akan melejit atas konsistennya mendukung UU Anti Pornografi & Pornoaksi. Orang-orang kotaan boleh melakukan aksi unjuk rasa mendukung UU APP dengan memadati jalanan kota, namun orang-orang yang merasa dari papan bawah tak akan tanding kekuatan di jalanan. Mereka pikir, saat Pemilu nanti lihat saja hasil suara from the bottom of the grassroot level. Saat itu, semakin besar aksi mendukung UU APP, semakin meyakinkan para penerawang sospol akan menguatnya perolehan suara PDIP pada Pemilu 2009. Eeee.... ternyata anjlok juga mengikuti partai-partai status quo lainnya. Yee...

Para penerawang pun mulai berdalih... sayangnya tuh, kampanye awal2 PDIP di TV sungguh bikin 'neg orang-orang papan bawah. Rupanya tim sukses PDIP lupa kalo orang-orang papan bawah ga suka aksi tanding-tandingan kek gitu yang jelek2in orang lain. Meskipun tak lama kemudian iklan TV itu segera diganti temanya namun orang terlanjur mikir: BASIIIII!!!

Orang-orang pun mulai meragu. Apalagi terdengar isyu-isyu perpecahan internal paska iklan TV awal-awal itu. Semakin kacau saja trik-trik tim sukses PDIP. Misalnya bersama Gerindra mewacanakan Puan Maharani sebagai cawapres untuk Prabowo Subianto.

Tentu saja trik-trik beginian gak mempan buat perang poros-porosan. Orang spontan mikir *halah* nie mbak Puan mau dipromosiin sebagai bu mentri aja. Mereka semua bermain secara tingkat tinggi, tak terlihat dan tak terasa oleh orang kebanyakan meskipun sering jelas terlihat dan terasa vulgar juga sih.

Coba saja tonton acara-acara TV talk show antar partai. Tak ada pembicara disitu yang mewakili rakyat ataupun penonton, semuanya membela mati-matian partai dan tokohnya masing-masing. Semuanya hanya bagian dari maini perang poros-porsan saja. Saia dulu mengira gak kuat nonton sinetron-sinetron ala Raam Punjabi. Namun kini saya menyadarinya ternyata ada tontonan TV yang jauh lebih: MENJIJIKKAN!!!

Sebenernya tak sedikit (tak berarti banyak) orang sudah mengetahui bahwa cawapres SBY adalah Budiono sejak lama. Mereka pun nyadar diri, kalo sampai nama Budiono di-publish maka pupuslah harapan segenap ikhtiar selama ini agar tokohnya bisa jadi cawapres. Makanya mereka ngotot maen poros-porosan agar jangan sampai SBY Berbudi diloncing sebelum nego-nego mencapai final dulu. Poros HALANG (libero) mencoba mengHALANGi sementara poros tengah bisanya (maaf) kencing sambil berdiri. Penonton pun keasikan keplok-keplok. Tak hanya penonton di rumah, penonton di TV pun keplok2 juga.

Saat Budiono sedang berpidato tanpa teks, dikit-dikit terdenger penonton pada keplok. Apa nggak bisa sabaran dikit nunggu sampai pidato selesai??
Kalo para petinggi parte yang duduk dibarisan depan saja etikanya kek gitu, gimana etika para kadernya? Silahkan bayangin sendiri, sodare-sodare.


Bisakah para petinggi dan kader parte itu berdiri diatas kepentingan semua pihak?

Ataukah, bisakah mereka berdiri tidak diatas kepentingan pihak mereka sendiri?

Bisakah kita lupakan barang sejenak tradisi-tradisi turun-temurun ataupun keyakinan-keyakinan diri yang selama ini mencengkeram benak bahwa diri hanya merasa cocoknya hanya dengan tokoh X n parte A dan olwes ciong (gax cocox banget2) dengan tokoh B n parte Z??

Sesekali ngalah buat kebaikan sesama rakyat negeri ini, nape?!
Tengoklah barang sebentar fakta-fakta bahwa kita masih makan, bobo, beol di wilayah Republik Indonesia.

Secara fakta peningkatan persentasi paling fantastis dipegang PD yang baru 2 kali turut Pemilu yaitu kurleb 16%, diikuti Gerindra dari 0 ke 5,36% dan Hanura 2,68%. Parte-parte papan atas (diatas threshold 2,5%) lainnya mengalami penurunan persentasi. Artinya, dari sekian banyaknya parte pada pemilu legislatif dolo itu hanya ada 4 parte papan atas yang mengalami peningkatan persentasi yaitu PD, Gerindra, Hanura dan PKS yang notabene merupakan Neo Party dengan PKS sebagai partai tertuanya (terhitung sejak PK).

Apakah ini fenomena trend mainstream or mayoritas warga semakin tertarik ke pembaharuan dengan mulai meninggalkan partai-partai status quo?

Belum tentu mainstream ataupun mayoritas! Secara kuantitas perolehan persentasi suara terbesar adalah "Golput" lebih dari 39% atau 67 juta lebih yang diatas perolehan koalisi 6 partai papan atas (PD, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP = 38,5%).

Apapun alesan dan konditenya, secara fakta kuantitas dan kualitas "Golput" adalah mayoritasnya. Meskipun sudah sering dikampanyekan fatwa MUI se RI di Padang Panjang 25 Januari 2009 lalu yang menyatakan tidak ikut memilih dalam PEMILU hukumnya haram, toh orang juga ikhlas-ikhlas aja tidak (mau, bisa, boleh) memilih. Buktinya, meskipun hasil Pemilu menunjukkan fatwa MUI tak diikuti oleh mayoritas umat, so far belom terdengar pernyataan resmi dari MUI atau institusi manapun bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia adalah kafir, ateis, sekuler, dsb.

Baiklah.... aksi-aksi papan atas itu biarlah menjadi percaturan orang-orang papan atas. Bagaimana dengan aksi-aksi kaum dari papan bawah yang tidak terdaftar sebagai kader, simpatisan ataupun fans di partai manapun? Secara fakta, kita justru merupakan bagian dari mayoritas dilihat dari persentase perolehan Golput pada pemilu calek kemaren dolo?

Apakah kita akan Golput lagi.. lagi... dan lagi?

Ataukah kita akan ikut-ikutan aksi jalanan berunjuk rasa seperti beberapa kali diteladani oleh PKS tersebut diatas? Toh banyaknya suara Golput telah terbukti masih lebih besar dibandingkan total suara 6 partai papan atas sekalipun? Mau show of force?

Bagi sebagian pihak, keyakinan akan kebutuhan unjuk rasa di jalanan masih dirasa lebih utama dari pada musyawarah untuk mencari kemufakatan bersama melalui perwakilan-perwakilannya di MPR/DPR. Saia kira siapapun wajib menghormati keyakinan-keyakinan pihak lain selama keyakinan-keyakinan tersebut tidak mendatangkan madhlarat bagi umat kebanyakan, syukur-syukur mendatangkan manfaat tidak hanya bagi pihaknya sendiri namun bagi umat kebanyakan.

Selama tinggal di Jakarta, saia nggak pernah tuh turut aksi-aksi unjuk rasa di jalanan. Malah sering terganggu karena aksi unjuk rasa tersebut pada umumnya memang sengaja mengganggu ketertiban lalu lintas dengan memilih lewat jalur kendaraan di jalan-jalan yang ramai lalu lintas seperti poros jalan Sudirman, Thamrin, Merdeka, Istana. Aksi unjuk rasa tentunya ditujukan untuk menarik perhatian orang-orang yang menonton aksinya agar tertarik terhadap expresi kelompok or golongannya, syukur-syukur bisa bersimpati n berempati terhadap kelompok or golongannya tersebut.

Namun yang sering terjadi justru aksi Unjuk Rasa telah menjadi aksi Paksa Rasa atau Unjuk Paksa karena lebih memaksa orang-orang untuk menonton kebolehannya: show of force. Suka apa nggak suka, minat apa nggak minat, pokoknya yang lewat harus nonton aksi-aksi guwe. Guwe geto loh!

Apabila memang ikhlas mau mengadakan aksi-aksi jalanan yang bermanfaat, mbokiyaoo.... jangan pakai maen paksa kek gitu-gituan deh. Pilih jalanan yang sepi dari lalu lintas, sehingga hanya orang-orang yang betul-betul berminat saja yang akan dengan sengaja mengunjunginya dan menikmati unjuk rasa tersebut. Kalo perlu jangan di kota-kota besar lah, ke daerah-daerah terpencil yang sepiii..... Siapa tahu bisa sekalian turut membantu memajukan perekonomian daerah dengan menyukseskan kepariwisataan daerah-daerah tersebut, bukannya malah merusaknya dengan dukungan-dukungan terhadap aksi-aksi pembunuhan masal, terorisme, dsb yang menyeramkan turis berwisata ke negeri ini.

Sebagian orang menyadari bahwa sesungguhnya masih banyak potensi wisata negeri ini yang bisa ditumbuhkembangkan. Terlepas terdaftar di DPT apa enggak, siapapun bisa berpartisipasi untuk menggali potensi negeri ini mulai dari diri sendiri. Tak ada salahnya kita mulai melangkah meski hanya selangkah, mulai dari langkah paling sederhana sekalipun juga gpp.

Barangkali ada pembaca yang hobi aksi unjuk rasa ada yang spontan mikir, kalo cuman gituan mah remeh n gempeng begetek.

Okai but ingat yaa... kisah fenomenal Christopher Columbus ketika dilecehkan penemuan "Dunia Baru" bahwa setiap orang bisa saja melakukannya. Columbus spontan menantang semua orang yang hadir untuk membuat telur berdiri tanpa memegangnya. Banyak orang mencoba tantangan tersebut tapi gatot (gagal total). Akhirnya setelah semua orang disitu nyerah, Columbus bisa mendirikan telur itu tanpa memegangnya dengan cara memecahkan sedikit bagian bawah telur: See?!... As simple as like that! Setiap orang bisa melakukannya asalkan mau tau caranya.

Berikut adalah contoh aksi unjuk rasa di jalanan yang kliatannya tidak bikin macet, tak mengganggu ketertiban & kelancaran lalu-lintas kendaraan, dan tak memaksa siapapun untuk memperhatikannya bahkan bisa membuat riang gembira orang-orang yang menonton hasil-hasil aksi unjuk rasa jalanannya.


Semoga menginspirasi khususnya para demonstrator dan provokator yang konon kabarnya anti koruptor dan politik kotor ituh tuh dalam membuat happening arts yang menarik perhatian, menghibur dan syukur2 juga bisa bermanfaat bagi masyarakat pria wanita, tua muda maupun anak-anak daripada sekadar triak-triak, bakar-bakar ban atau cara-cara peninggalan peradaban jahiliah yang sudah terlampau primitip saat ini....

2 comments:

  1. Wuaduuh.. postingannya panjang banget om..?! p0liTik….legee..
    dalam p0litik semua bisa berubah menjadi 720 derajat ( muter2..dong), yang dulu lawan kini jadi kawan, begitu sebaliknya yg dulu kawan kini menjadi lawan. Dulu mereka spt burung jalak dan kerbau dengan simbiosis mutualismenya dan kini bak benalu dengan inangnya dengan simbiosis parasitisme. Begetullah p0liTik negeri ini yg sulit dipegang 0mongannya.. , memang lidah tak bertulang. Shg rakyat cil nih.. mestinya jangan gampang percaya deh..sama janjik2 parah poliTikus ,Yg bisa kita harapkan .. hanyalah “ ketidakpastian dari janji mereka”. Mereka akan selalu menyebut atas nama rakyat “Semua adalah untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara“. Getoo looh…

    Padahal yg kt harapkan untuk perbaikan Ekonomi di masa suluuiit ini..adalah seorang tokoh yg bisa membangunkan dan mengobarkan Spririt : pengorbanan , persatuan dan kebersaman dalam ke bermacam2 an tingkat Ekonomi yg semakin juauuh kesenjangannya..!!! Ekonomi papan aTas ..pApan bAwaah..!!krn mrk mementingkan ego nya dan kelompoknya…yaitu ” sing penting awake dewe pueenak..!!” ywaa udah klo begetek kpn ada perbaikannya…???

    Makanya selalu sy tulis tiap komin begene:
    Aku tdk berani bermimpi apalagi berharap banyak saat inih…
    Biarlah Sejarah Negeri ini saja yg mencatatnya , disini.
    Untuk pembelajaran anak cucu kt nanti.

    ReplyDelete
  2. doh.. dah ketahuan dolo, padahal mostingnya dah diem2 loo... hehe...

    klo nyrempet2 ke politik ya gi usumnya ngomongin gituan di kafe starbak (sekitar gerobak) intel (indomie telor), jadinya ketularan aja ma omongan orang2 tuh.

    bis lama banget ga mosting2 koz kompi gi reparasi, ginilah tumpahan uneg2 yg betul2 bikin 'neg n 'mpet banget liatin orang2 yg ngaku2 fans parte bisanya cuman ngomongin POSISI ajah, ancam sanah sinih, anti sanah sinih, nyalah2in sanah sinih, demo inih ituh, ..... seolah2 mereka tuh mewakili rakyat mayoritas padahal survey menunjukkan jelas2 mereka adalah minoritas.
    Lah klo masih pd maen ancam2an, anti2an, salah2an, demo2an... kek gitutuuu... apanya yg bisa diharapin to??

    Janganlah pernah berharap bila takut kecewa, dan janganlah takut kecewa bila mau berharap.
    So... mari dari diri kita sendiri mulai melangkah, meskipun selangkah, setidaknya jangan mengecewakan sekliling kita sendiri.

    eh gitu gax ya?

    ReplyDelete